Esok Jumat (31/07/2020), umat islam diseluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1441. Sebagai seorang kristen yang tinggal di lingkungan mayoritas muslim, sedikit banyaknya saya turut merasakan bagaimana suasana perayaan hari raya kurban ini.
Dua tahun lalu, ada cerita menarik soal hari raya kurban di kota tempat tinggal saya. Masih teringat jelas saat itu saya sedang mengikuti satu kegiatan di gereja. Tiba-tiba, seekor sapi masuk ke dalam gereja dan membuat suasana seisi gereja menjadi panik dan hiruk pikuk. Sapi yang masih terlilit oleh seutas tali itu sepertinya lepas dari salah satu mesjid dan melarikan diri masuk ke dalam gereja.
Tak lama kemudian, beberapa warga masuk ke dalam gereja untuk mengamankan sapi tersebut dengan dibantu beberapa jemaat gereja. Anak saya yang saat itu berusia tiga tahun pun terlihat panik ketika menyaksikan sapi tersebut lari mengitari dalam gereja dan berusaha ditangkap oleh beberapa orang. Hingga kini, cerita itu sangat membekas di ingatan anak saya, dan ia mengerti bahwa hari raya kurban akan identik dengan sapi kurban.
Tahun lalu, saya pun mengajak anak saya untuk menyaksikan prosesi pemotongan hewan kurban di lingkungan mesjid yang berada di kompleks perumahan kami. Anak saya tak sedikitpun melepaskan genggaman tangannya sambil terlihat was-was kalau-kalau kejadian dua tahun lalu dimana sapi terlepas dan membuat keriuhan warga akan terjadi kembali.
Tahun ini suasana perayaan hari raya kurban terlihat sedikit berbeda. Di tengah kondisi pandemi covid-19 yang masih terjadi, pelaksanaan pemotongan hewan kurban harus dilaksanakan sesuai protokol kesehatan dengan tetap menjaga jarak.
Saya secara pribadi sangat berharap, meskipun dalam situasi pandemi yang mengharuskan kita tetap menjaga jarak satu dengan yang lain, umat muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dapat tetap menunaikan ibadah hari raya idul adha 2020 dengan baik.
Malam ini, ketika merenungkan tentang hari raya kurban, saya pun langsung mengambil alkitab dan merenungkan kitab Kejadian 22 : 1 - 19. Alkitab memberikan judul nats ini dengan kalimat "Kepercayaan Abraham diuji".
Di awal narasi tersebut, dikatakan Allah mencoba Abraham dan datang dengan berfirman kepada Abraham agar ia mengambil anak satu-satunya yang dikasihinya yakni Ishak. Firman yang datang kepada Abaraham itu memerintahkan agar ia pergi ke tanah Moria dan mempersembahkan Ishak di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung.
Ketika membaca bagian ini, saya mencoba menempatkan diri pada posisi Abraham. Secara spontan, saya merenungkan betapa sulitnya kondisi Abraham saat itu. Anak semata wayang yang telah lama dinantikan dan lahir saat ia telah berumur seratus tahun, namun kini Allah menyuruh untuk menjadikan Ishak sebagai korban bakaran yang dipersembahkan untuk Allah.
Secara manusiawi, kemungkinan besar Abraham sedang merasakan kesedihan atau bahkan kekecewaan yang sangat mendalam. Jika ia bisa protes, mungkin ia akan datang kepada Allah menyatakan ketidak mengertiannya, mengapa Allah menyuruhnya melakukan itu.