Lihat ke Halaman Asli

Jose Hasibuan

TERVERIFIKASI

Seorang abdi bangsa

Seni Merayakan Pernikahan Itu Seperti Makan Ikan, Ambil Dagingnya dan Buang Durinya

Diperbarui: 9 Juni 2020   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi merayakan hari pernikahan (Sumber: azbigmedia via sosok.grid.id)

Hari ini Minggu (7/6) saya dan istri merayakan 6 tahun usia pernikahan kami. Usia yang masih belia bagi suatu pernikahan. Tetapi bagi kami, usia ini terasa istimewa, karena kami sudah 1 tahun melewati 5 tahun pertama masa-masa sulit suatu pernikahan, dengan berbagai dinamika di dalamnya.

Enam Tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 7 Juni 2014, kami mengikat janji dalam pernikahan kudus, berjanji setia sampai maut memisahkan di hadapan Tuhan dan gereja-Nya. Janji yang terucap dari mulut itu, terus menerus menjadi rema ketika kami menjalani pasang surut kehidupan pernikahan bersama.

Tak ada perayaan berarti, mengingat masa-masa sulit pandemi covid-19 saat ini. Kami memilih merayakannya dengan satu cake yang dipesan secara online dan menikmati makan malam bersama keluarga besar.

Tidak ada yang istimewa juga dalam perayaan tahun ini, bahkan kami sempat lupa tadi pagi. Namun ibadah online dari rumah yang kami ikuti pagi tadi, justru mengangkat tema "Thanks Giving". Tema yang secara tidak sadar mengingatkan kami untuk mensyukuri kehidupan pernikahan yang telah dijalani.

Dalam khotbah yang disampaikan pagi itu, Pdt Paulus Lie menyampaikan suatu ilustrasi yang sangat membekas bagi kami. Menikmati kehidupan itu, juga dalam hal pernikahan, seperti menikmati makan ikan, "Ambil Dagingnya dan Buang Durinya!". Ilustrasi yang sangat menolong saya dan istri merayakan kehidupan pernikahan sebagai suatu anugerah dari Tuhan.

Apa yang dimaksud "Ambil Dagingnya dan Buang Durinya"? Menikmati kehidupan pernikahan itu ibarat menikmati dan menyantap ikan. Tidak ada orang yang makan ikan, ikut juga makan beserta duri dan tulangnya. Jika ini dilakukan, maka bukannya kenikmatan ikan yang terasa, tetapi justru membawa celaka.

Agar dapat merasakan nikmatnya makan ikan, yang harus kita lakukan adalah memisahkan daging ikan dan durinya. Ambil daging ikannya, makan dan nikmati. Tetapi jangan lupa duri yang telah disisihkan, dibuang ke tempat sampah.

Dalam pernikahan, juga ada "daging" yang dapat kita nikmati, tetapi juga waspada pada "duri" yang harus kita buang jauh. Tugas suami dan istri adalah menemukan "daging" itu untuk dinikmati, dan mencari "duri" untuk dibuang jauh.

"Daging" dalam pernikahan berarti hal-hal baik yang ada dalam diri pasangan kita. Tidak ada pasangan yang sempurna, tetapi pasti ada banyak hal-hal baik dalam diri pasangan yang patut kita ingat dan apresiasi. Sekecil apapun hal itu, perlu bagi kita untuk mengingatnya dan memberikan apresiasi.

Sebaliknya, sebagai manusia yang tidak sempurna, pasti selalu ada "duri" yaitu kekurangan dari pasangan yang membuat kita jengkel atau kesal. Tetapi yang perlu dilakukan adalah mengetahui kelemahannya dan segera membuangnya dan tidak mengingat-ingatnya. Jika kita tidak melupakannya, maka kelemahan-kelemahan itu akan selalu jadi batu sandungan dalam perjalanan pernikahan.

hal yang juga tidak boleh kita lupakan adalah seni dalam memisahkan "daging" dan "duri" dalam pernikahan. Bagaimana melakukannya? Kita butuh "sendok dan garpu" sebagai alat untuk memisahkan "daging" dan "duri" pernikahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline