Lihat ke Halaman Asli

Jose Hasibuan

TERVERIFIKASI

Seorang abdi bangsa

Memilih Pekerjaan Bukan Dipilih Pekerjaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

***

Berabad-abad lampau, orang-orang dari berbagai belahan dunia tidak memiliki beragampilihan untuk pekerjaan mereka. Seseorang bekerja sebagai petani, penggembala sapi atau tukang kayu karena itulah satu-satunya jenis pekerjaan yang tersedia saat itu. Beragam pilihan pekerjaan merupakan suatu fenomena sosial yang relatif baru.

Struktur masyarakat abad lampau yang relatif kaku kemudian mulai lebih fleksibel pada abad pertengahan. Kehidupan sosial pun mulai terbuka terhadap budaya luar. Pendidikan tinggi bukan lagi menjadi hak golongan bangsawan saja sehingga secara tidak langsung masyarakat awam mulai memiliki pilihan jenis pekerjaan yang lebih banyak.

Kerja mulai dipahami sebagai tempat sosial dimana manusia menggunakan bakat-bakat yang dimiliki untuk melayani sesama, tidak lagi semata-mata dalam rangka memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Manusia mulai sadar memiliki kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri sehingga dirasakan perlunya komunitas yang didalamnya orang-orang saling bergantung. Setiap orang harus mempergunakan bakat yang dimilkinya untuk melayani orang lain, demikian pula sebaliknya. Sehingga, secara bersama-sama setiap orang membangun masyarakat sebagai suatu sistem yang saling mendukung.

Dengan kosep kerja seperti ini, kita kemudian berpikir tentang dua hal mendasar bagaimana memilih suatu pekerjaan. Pertama, pekerjaan dipilih berdasarkan minat dan bakat yang kita miliki. Meskipun terdengar sederhana, namun faktanya menemukan minat dan bakat adalah suatu proses yang sulit karena kita lahir tanpa membawa rincian tentang ketertarikan dan kemampuan bawaan.

Ada banyak orang ketika harus menentukan pilihan pekerjaan, belum memiliki gambaran yang jelas tentang minat dan bakat yang dimiliki. Sehingga yang terjadi adalah bukan kita yang memilih pekerjaan tetapi pekerjaan yang memilih kita. Kalau ini yang terjadi, pastilah pekerjaan dipandang sebagai suatu beban karena pekerjaan yang tidak sesuai minat dan bakat pasti bukan sesuatu yang menyenangkan.

Setiap orang butuh proses untuk menemukan minat dan bakatnya. Meskipun interval waktu dalam proses itu tidak seragam, setiap orang bisa memulainya dengan merenungkan berbagai pengalaman masa lalu yang dimiliki. Pertanyaan-pertanyaan berikut biasanya akan menolong kita. Apakah saya termasuk orang yang senang bekerja dalam tim atau sendiri? Dalam bidang apa saya memiliki ketertarikan? Matematika, biologi, bahasa, musik, makanan, komputer, mesin, keuangan? Dengan hal apa saya lebih senang bekerja? Angka, kata, manusia, mesin, komputer, benda hidup? Apakah saya lebih senang dengan pekerjaan yang terstruktur atau yang lebih bebas namun bertanggung jawab? Dan berbagai pertanyaan penolong lainnya yang dapat dikembangkan. Konseling kepada pakarnya juga sangat berguna untuk menyelesaikan proses tersebut.

Pada dasarnya, pendidikan tidak semata dalam rangka memperluas pengetahuan tetapi juga mengarahkan pada penemuan minat dan bakat. Idealnya, pilihan pendidikan tinggi adalah dalam rangka mengasah minat dan bakat sehingga ketika selesai, kita bekerja sesuai dengan bidang yang ditekuni selama di pendidikan tinggi. Tidak ada kata terlambat untuk menemukan minat dan bakat. Bertahan untuk bekerja tidak sesuai dengan minat dan bakat sama saja memadamkan gairah dari separuh sisa hidup kita.

Namun, kurangnya pengenalan diri bukan merupakan satu-satunya masalah dalam memilih pekerjaan. Keserakahan , kesombongan atau iri hati bisa menggelapkan penglihatan kita tentang siapa diri kita. Boleh jadi kita memilih pekerjaan tertentu karena gajinya, prestise sosialnya atau sekedar membuktikan bahwa kita bisa lebih baik dari orang lain. Pekerjaan menjadi seorang ilmuan atau peneliti yang didasarkan pada ketertarikan terhadap intelektual bukan menjadi suatu pilihan karena tidak mendatangkan kekayaan materi. Padahal komunitas tempat kita berdiri bergantung pada pelayanan dari kekayaan intelektual kita.

Hal mendasar kedua dalam memilih pekerjaan adalah pekerjaan kita haruslah mendatangkan kebaikan bagi sesama. Sebagai bagian dari suatu komunitas yang saling bergantung, kita seharusnya memberikan kontribusi positif bagi komunitas melalui pekerjaan kita. Meskipun pekerjaan kita saat ini telah sesuai dengan minat dan bakat kita, nilailah apakah manfaat dari pekerjaan kita bisa dirasakan orang lain.

Tidak ada yang salah dengan politikus karena kita masyarakat umum bergantung pada pemikiran mereka dalam mengarahkan kehidupan bernegara. Akan jadi salah jika pekerjaan politikus itu hanya dipandang sebagai upaya memperkaya diri ketika memangku jabatan. Maka dalam hal ini, politikus tak ubahnya seperti bayak tikus yang demi mengenyangkan perutnya, menggerogoti dinding dan menimbulkan kerugian bagi pemilik rumah. Politikus yang seperti tikus ini sebaiknya mundur dan mengganti pekerjaannya menjadi tukang sampah karena jauh lebih mulia. Demikianlah seharusnya, pekerjaan kita adalah dalam rangka melayani dan mendatangkan kebaikan bagi orang lain.

Bekerjalah dengan mengusahakan kesejahteraan negeri dimana kita ada, karena dengan bekerja demikian kita tidak hanya membuat sisa hidup kita bergairah tetapi negeri ini mendapatkan manfaat dari hidup kita. Seorang yang bekerja bukan dengan minat dan bakatnya serta tidak mendatangkan kebaikan bagi orang lain sama saja menempatkan hidupnya sebagai sebuah petaka.

(Jose Hasibuan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline