Lihat ke Halaman Asli

Usmar Ismail: Bapak Perfilman Indonesia

Diperbarui: 3 November 2021   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Genap seabad yang lalu Usmar Ismail lahir, pada tanggal 20 Maret 1921 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Usmar dikenal sebagai bapak perfilman Indonesia lewat film pertama yang keseluruhannya dikerjakan oleh orang Indonesia "Darah dan Doa". "Darah dan Doa" memulai syuting pertama pada tanggal 30 Maret 1950, dikemudian hari, tanggal 30 Maret tersebut ditetapkan menjadi hari perfilman Indonesia. Namun film "Darah dan Doa" bukanlah film pertama yang ditangani bapak perfilman kita ini. Sebelumnya Usmar pernah membantu Andjar Asmara sebagai asisten sutradara dalam film "Gadis Desa" pada tahun 1949. Barulah Usmar memulai debutnya menjadi sutradara pada film "Harta Karun" yang diadaptasi dari sebuah karya sastrawan Prancis, Moliere, yang berjudul L'Avare ou L'cole du mensonge. Lalu film "Tjitra" pada tahun yang sama.

Kehidupan Keluarga

Usmar merupakan anak dari pasangan Ismail Gelar Datuk Manggung dan Siti Fatimah. Siti Fatimah, ibu Usmar berasal dari Lintau, Batu Sangkar. Sedangkan ayahnya sendiri berasal dari Padang Pajang. Mereka bersepakat memberi nama Usmar Ismail, sebagai putra bungsu dari 6 bersaudara (Matra, Desember 1990 dalam Cahyo, 2013:12).

Kecerdasan Usmar ketika masih anak-anak dipengaruhi oleh didikan ayahnya yang pada masa itu berprofesi sebagai guru. Selain itu, status sosial dan ekonomi keluarga Usmar pun mempengaruhi, karena kaluarganya adalah keluarga yang cukup terpandang di daerah Batu Sangkar. Di akhir pekan, keluarga ini sering menonton bioskop walau jarak antara rumah dengan bioskop cukup jauh. Film Robinson Cruso, Flash Gordon, Tommix, sangat terkenal dan digemari. Kemudian dari situlah kesenangan Usmar terhadap dunia film muncul. Kesenangan itulah yang nantinya menjadi cita-cita Usmar untuk menekuni dan mendalami di dunia perfilman nasional (Ardan, 1987: 8 dalam Cahyo, 2013:13).

Sementara itu, ibunya memiliki pengetahuan mengenai agama secara mendalam. Siti Fatimah memiliki harapan besar kepada Usmar, agar kelak dia bisa menjadi ulama ketika besar nanti. Selain itu, sebagai keluarga yang sangat menjunjung tinggi pendidikan, si ibu bercita-cita agar si anak Usmar dapat melanjutkan ke sekolah Al-Azhar Kairo, Mesir (Matra, Desember 1990 dalam Cahyo, 2013:13).

Pendidikan

     Perjalanan pendidikannya cukup mulus. Mula-mula ia bersekolah di HIS (sekolah dasar) di Batusangkar, lalu melanjutkan ke MULO (SMP) di Simpang Haru, Padang, dan kemudian ke AMS (SMA) di Yogyakarta. Setamat dari AMS, ia melanjutkan lagi pendidikannya ke University of California di Los Angeles, Amerika Serikat.

    Usmar sudah menunjukkan bakat sastranya sejak masih duduk di bangku SMP. Saat itu, ia bersama teman-temannya, antara lain Rosihan Anwar, ingin tampil dalam acara perayaan hari ulang tahun Putri Mahkota, Ratu Wilhelmina, di Pelabuhan Muara, Padang. Usmar ingin menyajikan suatu pertunjukan dengan penampilan yang gagah, unik, dan mengesankan. Ia bersama teman-temannya hadir di perayaan itu dengan menyewa perahu dan pakaian bajak laut. Sayang, acara yang direncanakan itu gagal karena mereka baru sampai saat matahari tenggelam dan mereka hampir pingsan karena kelelahan mengayuh perahu menuju Pelabuhan Muara.

    Setelah duduk di bangku SMA, di Yogyakarta, Usmar semakin banyak terlibat dengan dunia sastra. Ia memperdalam pengetahuan dramanya dan aktif dalam kegiatan drama di sekolahnya. Ia juga mulai mengirimkan karangan-karangannya ke berbagai majalah. Bakatnya kian berkembang saat bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang). Di tempat itu, ia bersama Armijn Pane dan budayawan lainnya bekerja sama untuk mementaskan drama.

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline