Seekor kucing berbulu hitam semburat putih bernama Puspus, tampak murung. Dia sangat sedih karena tidak bisa bermain bersama teman-temannya. Setiap kali menghampiri teman-teman di taman dekat kolam, pasti dia diejek. Makanya dia lebih senang menyendiri di rumah.
Ibu Puspus turut bersedih karena anaknya hanya berada di rumah. Bermain sendirian. Atau hanya melihat teman-temannya dari atap rumahnya.
Ibu Puspus sering menasehati Puspus dan teman-temannya untuk bermain bersama, tapi tetap saja diejek. Ibu teman-temannya juga sudah menasehati anak-anaknya, biar rukun satu sama lain. Tetap saja anak-anak mereka mengucilkan Puspus.
Saat melihat teman-temannya berkejaran di dekat kolam, dari arah pohon besar di dekat rumah Puspus terdengar suara citcit burung. Mereka terlihat lucu, terbang dan hinggap pada dahan pohon sambil bernyanyi riang.
Puspus ingin menirukan nyanyian burung itu. Tapi sayangnya, suaranya tidak bisa merdu seperti burung-burung di pohon itu.
"Nyanyinya sebisanya saja, Pus," nasehat Ibu Puspus.
Puspus mengangguk lalu melanjutkan nyanyinya. Meski tak semerdu suara burung-burung itu, lama kelamaan Puspus hafal lagunya.
Saat malam tiba, Puspus mengingat lucunya burung-burung yang bernyanyi dan terbang hinggap di pohon dekat rumahnya.
"Ibu, apakah aku boleh berteman dengan burung-burung itu?" tanya Puspus saat mau tidur.
"Tentu boleh, Pus."