Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Masakan Simbok

Diperbarui: 14 Mei 2024   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: ameera.republika.co.id

"Sepertinya Simbok besok nggak bisa ke wisudamu, Ndhuk," ucap Simbok yang baru menaburkan air pada tepung gaplek. Simbok mau membuat thiwul. Bukan thiwul instan dengan beragam rasa. Tapi thiwul original yang nanti dimakan dengan campuran nasi putih.

Biasanya kami menikmati thiwul dengan kulupan sayur. Kulupan sayuran itu berasal dari daun singkong, atau daun ketela yang direbus. Tak lupa harus ada sambal bawang untuk menikmati makanan ndeso itu.

"Nggih, tolong diusahakan ya, Mbok. Saya yakin Bu Rinta mengizinkan Simbok."

"Iya, Ndhuk. Simbok besok mau bilang ke Bu Rinta kalau kamu wisuda, Simbok datang."

Aku mengangguk dan tersenyum lega karena Simbok mau mengusahakan untuk datang ke wisudaku minggu depan.

Simbok adalah seorang ibu yang sangat hebat bagiku. Meski bukanlah wanita karir dengan pakaian rapi dan berpenampilan menarik. Simbok adalah seorang buruh cuci di keluarga Bu Rinta.

Alhamdulillah keluarga Bu Rinta baik hati kepada kami. Kalau tidak, pasti kami akan menjadi gelandangan, setelah bapak meninggal dunia.

"Aku sudah menjahitkan kebaya buat Simbok. Nanti kebayanya aku ambil. Simbok bisa mencobanya. Pasti Simbok kelihatan cantik," ujarku sambil tersenyum menatap Simbok.

Simbok sangat terkejut. Untuk urusan pakaian, Simbok itu tidak mau memaksakan diri untuk punya pakaian khusus untuk acara seperti jagong manten atau wisudaku.

"Eman-eman (sayang) duite. Bisa buat beli beras atau lenga (minyak goreng)."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline