Ibu yang berharap bisa menunaikan ibadah haji dan tinggal menunggu waktu beberapa bulan saja untuk ke tanah suci, ternyata tak diizinkan oleh Allah untuk ke sana. Sekalipun biaya haji sudah lunas.
Sebentar. Kau jangan salahkan Kementerian Agama beserta jajaran yang mengurusinya. Mereka tak bersalah. Sekali lagi Allah Maha Penentu, meski manusia punya rencana yang rapi dan teliti.
Tidak berangkatnya ibu ke Mekkah murni karena sakit. Pagi-pagi menjelang Subuh, ibu terkena stroke. Tiba-tiba saja Ibu tak bisa berdiri, setelah melaksanakan shalat tahajudnya.
Untung saja waktu itu aku dan saudara sudah bangun tidur juga. Jadi ketika ibu memanggil kami, kami bergegas ke kamar ibu.
Ketika ibu cerita kalau tak bisa berdiri, aku dan saudara mencoba membantunya. Namun tak berhasil. Akhirnya suami kubangunkan dan kuajak ke kamar ibu. Oleh suamiku, ibu diangkat dan ditidurkan di tempat tidurnya.
Kubaluri kaki dan tangan ibu dengan minyak lawang, minyak kayu putih. Dengan harapan, ibu bisa segera berdiri. Namun lama kelamaan suara ibu semakin tak jelas, pelo. Di saat itulah aku yakin kalau ibu stroke.
Singkat cerita, ibu dibawa ke sebuah rumah sakit swasta Islam di Yogyakarta. Selama dua mingguan ibu dirawat di sana.
Ketika ibu keluar dari rumah sakit, terapi bicara, dan terapi gerak terus dilakukan. Kami mengundang terapis dari rumah sakit umum daerah untuk memberikan terapi ibu. Kami sengaja mengundang terapis karena merasa kasihan kalau ibu diajak ke Rumah Sakit Umum Daerah. Terapi di sana sudah pasti antri lama.
Di saat ibu diterapi, aku dan saudara pasti berada di sampingnya. Memerhatikan cara terapinya, biar kami bisa memaksimalkan terapinya.
Urusan makan pun kami pantau terus. Masakan dengan sejimpit garam kami siapkan. Itu kadang membuat ibu protes, masakan nggak enak, begitu komentarnya. Tak kami pedulikan keluhan ibu, demi lekas pulihnya ibu.