Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Seni Meminta Kata Pengantar Buku: Sebuah Pengalaman

Diperbarui: 21 Agustus 2022   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: merdeka.com

Siapapun yang memiliki hobi menulis terkadang merasa perlu mengabadikan dalam bentuk buku. Dalam hal ini buku fisik. Kalau buku digital, bahkan semua yang diposting di media sosial pun bisa dikatakan buku digital.

Kesan membaca buku fisik dan digital tentu beda. Buku fisik akan membuat pembaca lebih santai dalam membaca tanpa perlu membuka laptop atau HP. Resiko sakit mata bisa sedikit berkurang.

Akan tetapi jika buku digital, mata akan lelah karena berhadapan dengan layar monitor atau layar HP. Padahal layar monitor laptop menuntut pembaca untuk lebih banyak duduk, dalam posisi yang benar. Sedangkan kalau membaca lewat layar HP, tangan yang akan menerima resikonya. Pegal-pegal.

Kembali lagi ke buku fisik. Biasanya penulis akan meminta seseorang yang dianggap memahami materi dan dunia kepenulisan untuk memberikan Kata Pengantar saat mau menerbitkan bukunya. Seseorang itu menjadi sosok yang dihormati penulis.

Adapun seluk beluk tentang Kata Pengantar bisa dibaca dari tulisan ahlinya (Pak Bambang Trim), di sini .

Fungsi dari Kata Pengantar dan Prakata bisa diselami dari tulisan pak Bambang Trim di atas. 

Sekarang bicara tentang pengalaman meminta Kata Pengantar. Gampang-gampang susah. Terkadang ada penulis yang langsung menyatakan sanggup. Ada pula yang menolak dengan alasan yang tidak diungkapkan.

Padahal kriteria dianggap sebagai orang yang paham materi buku sudah terpenuhi. Yang bersangkutan ---sebut saja pak A--- merasa tidak pantas. Sampai di sini, ketika penerbit sudah mengejar deadline agar buku segera naik cetak bisa terjadi uring-uringan. Panik maksud saya. Hehehe.

Saya tak hanya sekali mengalaminya. Ya karena belum memahami maksud kenapa pak A ---yang saya mintai tolong untuk menuliskan Kata Pengantar meski hanya selembar--- menolak permintaan saya. 

Pernah juga ada yang menyanggupi ---sebut saja pak B--- tetapi akhirnya saya putuskan untuk memilih tokoh lain. Alasan saya, pak B terlalu sibuk. Saya juga merasa tak enak kalau harus sering menghubungi atau menanyakan perihal Kata Pengantar buku saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline