Bulan Ramadhan, satu bulan yang mulia dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hamba-hamba Nya bisa memperoleh banyak keutamaan. Membuat insan semakin takwa, perisai dari api neraka, bulan penuh ampunan, puasa menjadi syafaat kepada hamba yang berpuasa, menahan syahwat, mendapat surga dari pintu Arrayan dan doanya InsyaAllah dikabulkan, Lailatul Qadar.
Karena keutamaan yang luar biasa itu, umat Islam menyambut kedatangannya penuh suka cita. Namun, bulan Ramadan kemarin menjadikan aku sedih. Tak bisa beribadah puasa di saat lainnya berpuasa.
Asam lambung tinggi dan mengalami gangguan cemas berdampak pada pencapaian puasa tahun kemarin. Terpaksa fidyah kubayarkan karena perut dan lambung panas. Membuat keringat dingin, dada berdebar-debar, mudah capek dan khawatir terjadi sesuatu jika aku berpuasa.
"Ibu, nanti ibu puasa apa?" Tanya anakku. Dia paham bahwa tahun kemarin ibunya tidak bisa puasa penuh. Ketika bedug Dhuhur tiba, aku berbuka. Sedih sebenarnya. Tetapi kondisi saat itu belum memungkinkan.
Tak kujawab pertanyaan putri keduaku. Malah kuajukan pertanyaan kepadanya.
"Lha kenapa, nak. Kok kamu tanya seperti itu?"
"Aku pingin tahu saja kok, Bu." Jawabnya pelan.
***
Sebenarnya ada kekhawatiran juga untuk berpuasa di tahun kedua aku menderita asam lambung tinggi dan gangguan cemas.
Kutanamkan di hati, bahwa Allah akan menguatkanku. Hingga bedug Maghrib tiba.