Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Gantungan Kunci

Diperbarui: 12 Maret 2022   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: freepik.com

Motor butut itu adalah pemberian orangtuaku. Tahun 2006-an, tepat aku mulai bekerja di sebuah SMP negeri di kecamatan sebelah.

Artinya enambelas tahun motor itu menemani dan mengantarkan aku ke mana saja. Mengajar, jalan-jalan, belanja hingga kugunakan untuk wira-wiri ke bidan atau dokter saat aku hamil ketiga anakku.

Menginjak usia sekolah anak-anak, motor itu masih setia mengantarkan ke sekolah anak-anak yang berjarak tiga atau empat kilometer. Tentu saja motor itu tak selamanya mulus dikendarai. Kejadian motor macet, ban bocor hingga ban dalam putus tetap ada.

Sebagai perempuan yang hanya bisa menggunakan tanpa tahu bagaimana perawatan yang benar, aku kadang kesal. Apalagi aku juga bekerja yang harus on time sampai tempat kerja.

Namun, aku bersyukur. Meski motor itu kadang rewel, kendaraan itulah yang menjadi saksi perjuanganku dari GTT hingga GTY yang mendapatkan sertifikasi. Bahkan dalam beberapa tahun, inpassing pun kudapatkan.

Sebagai kenang-kenangan dari orangtua dan saksi perjuanganku, aku bertekad kalau motor itu takkan kujual sampai kapan pun. Ya, meski tebeng motor pecah akibat kecelakaan suamiku.

**

Di usianya yang menginjak enam belas tahun, motorku itu secara bergantian dikendarai aku atau suamiku. Tak masalah.

Namun saat ini aku merasa takut mengendarainya. Bukan karena takut macet dan sebagainya. Takutku karena masalah sepele.

"Bu Yuni tadi kaget pas lihat gantungan kunci motormu, beb," cerita suamiku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline