Sekitar dua puluh tahunan yang lalu, saya kuliah. Dalam anggapan saya bahwa dosen yang mendidik kami itu punya anak yang selalu manut dan sopan pada ibu atau bapaknya.
"Aku kemarin ke rumah Bu X, putranya kalau bicara nggak pakai unggah-ungguh."
Nggak pakai unggah-ungguh artinya sopan santunnya kurang, bahasanya ngoko. Itupun ngoko yang kasar.
Saya dan teman-teman seangkatan berpikir kalau dosen itu bisa mendidik putranya dengan baik. Ternyata anggapan kami tak sepenuhnya salah. Jadi urip kuwi gur wang sinawang ada benarnya.
Manusia memandang sesamanya dengan pikiran positif, padahal tak selamanya pandangan atau anggapan itu benar adanya.
Di manapun, kemungkinan besar masyarakat menganggap kalau seorang guru bisa dengan mudah mendidik sang buah hati. Nyatanya, sama saja.
Karakter anak yang ngeyel atau sulit dinasehati orang tua itu melekat pada siapapun, entah anak guru atau bukan. Anak cenderung mendengar perkataan orang lain, terutama sang guru.
Sukanya Mengajar Anak Sendiri
Ada yang bilang kalau ingin melihat sekolah yang baik, maka lihatlah di mana anaknya bersekolah. Kalau si anak bersekolah di tempat kerja ibu atau bapaknya, maka kemungkinan besar sekolah itu berkualitas. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah.
Orang tua di manapun ingin anaknya belajar di sekolah yang berkualitas. Secara otomatis maka guru yang menyekolahkan anaknya di tempat kerjanya sudah tau kualitas guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana dan sebagainya.