Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Keterampilan Ini Bisa Didapatkan Guru yang Mengajar di SLB

Diperbarui: 9 Juli 2020   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah tempat ibu mengajar. Gambar: slbbaktiputrangawis.wordpress.com

Dua hari yang lalu, ketika berada di rumah bapak dan mencari ganti baju untuk si bungsu, tanpa sengaja saya menemukan harta karun. Bukan harta karun berupa perhiasan seperti dalam cerita dongeng untuk anak.

Harta karun itu merupakan sebuah benda yang dibuat oleh tangan almarhumah ibu. Dompet warna merah hati. Dibuat dengan bahan plastik strimin dan benang khusus untuk membuat tas atau dompet. Alat yang dipergunakan adalah hakpen.

Menurut saya, membuat tas atau dompet seperti itu lebih mudah daripada tas atau dompet rajutan. Khusus rajutan, tanpa plastik strimin, saya angkat tangan. 

Dompet karya ibu yang tersisa. Dokpri

Dulu, saking senangnya bisa belajar membuat tas atau dompet, untuk tas sekolah saja saya dan saudara saya membuat sendiri. Tak peduli lelah, yang penting senang. Meski hasilnya tak serapi buatan ibu, saya sudah senang.

Oh iya. Ibu mendapatkan keterampilan membuat karya yang bermacam. Mulai dari membuat bunga dari sedotan, pita, membuat dompet, merajut jaket untuk bayi, sampai mengukir. 

Semua dipelajari ibu karena ibu ---yang guru agama--- ditugaskan di sebuah SLB swasta di desa saya. Guru seperti siswa, berlatih keterampilan ketika berada di sekolah. Biasanya hasil keterampilan dijual di berbagai pameran.

Ya...ibu semula mengajar di sekolah tempat saya belajar. Namun tak lama setelah saya masuk SD, ibu ditugaskan di SLB. Jelas ibu sempat stres juga karena merasa tak memiliki ilmu untuk mengajar anak-anak yang dikaruniai kekurangan. Belum pernah mengajar di SLB, tetapi tiba-tiba harus mengajar di sana.

Namun tahun demi tahun dilalui. Ibu benar-benar fokus dan enjoy mengajar di sana. Belajar huruf braille, bahasa isyarat sampai keterampilan dilakoninya. 

Pernah juga ibu mengenalkan semua yang dipelajarinya pada anak-anaknya. Namun saya nggak nyantel. Kamus bahasa isyarat dibawa pulang untuk memperlancar ibu dalam mengajar. Saya sekadar melihat-lihat saja.

Terkadang siswanya juga ke rumah untuk belajar membaca iqra. Saat itulah saya paham bahwa meski anak SLB terbatas, namun tetap dididik sebaik mungkin. Anak bisu tuli diajari melafalkan kata dan seterusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline