Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Risaunya Jadi Keluarga PDP dan Menjalani Rapid Test

Diperbarui: 18 Juni 2020   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pencegahan dan penularan virus corona, Covid-19 di udara (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Hampir selama dua minggu ini saya merasa tidak tenang. Melakukan segala aktivitas selalu dihantui rasa khawatir. Namun saya berusaha untuk positive thinking.

Ya. Ada beberapa hal yang membuat hati benar-benar tidak tenang. Meski tertawa, namun hati dan pikiran tetap tidak bisa berbohong bahwa saya dalam kondisi yang tidak nyaman.

Berawal dari kepulangan suami yang baru saja piket malam. Waktu itu hari Sabtu pagi. Dia menyapa saya dari luar rumah. Saat itu saya masih menyiapkan susu untuk si bungsu. 

Begitu selesai membuat susu, saya menghampiri suami yang masih berada di luar rumah. Ketika saya berada di dekat pintu, suami baru cuci tangan di keran dekat kolam di sisi kiri rumah.

Tak lama suami menyusul saya yang sudah duduk di kursi teras rumah. Dengan tiba-tiba dia mengatakan kepada saya untuk memilih tetap bersamanya atau pulang ke rumah bapak.

Tentu saya sangat kaget mendengarnya. Ya karena saya merasa baik-baik saja selama ini. Saya menyelidik kenapa suami mengucapkan hal yang membuat saya terkaget-kaget.

Lalu dia bercerita bahwa hari Selasa harus Rapid Test. Ada beberapa pegawai di instansinya yang harus dites di hari yang sama. Asal muasalnya, salah satu pegawai juga menjalani Rapid Test karena kontak dengan orang reaktif dalam hasil Rapid Test-nya.

Saya beristighfar. Merasa bahwa musibah begitu dekat dengan saya, keluarga dan tetangga. Saya shock sekali pagi itu. Dan itu berlanjut hingga dua tiga hari. Namun saya tetap bertahan di rumah. Bagaimanapun suami harus terus saya dampingi. Suka duka harus dijalani bersama.

Saat mendengar bahwa suami akan Rapid Test, terus terang saya bingung juga. Mau karantina mandiri ataukah tidak. Hati kecil saya merasa risau jika keluarga kami akan menjadikan dusun menjadi tidak nyaman.

Setiap bertemu atau berpapasan dengan tetangga, saya sudah berpikir macam-macam. Jangan-jangan saya akan membuat mereka sakit dan sebagainya.

Rasanya tak tenang sekali. Apalagi ketika saya harus melakukan pemberkasan online bersama teman sekantor untuk pencairan TPG TW 2. Kekhawatiran menghinggapi hati. Khawatir jika teman akan mendapat musibah karena saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline