Penilaian Akhir Tahun berjalan selama 5 hari. Dengan cara online, meski tak selancar yang diharapkan, namun tetap harus disyukuri.
Membaca satu persatu hasil pekerjaan para siswa yang dikirimkan melalui WA. Soal mata pelajaran yang saya ampu, saya posting di blog Sekadar Berbagi. Link saya share di grup. Para siswa dengan dibantu orangtua bisa membuka soal dan mengerjakan pada buku.
Setelah selesai, hasil pekerjaan dilaporkan dalam bentuk foto. Ya...meski kadang kurang terbaca karena tak semua siswa rapi tulisannya. Tak apa.
Saya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan para siswa dan orangtuanya. Karena memang kerjasama sangat dibutuhkan untuk kelancaran PAT dan proses penilaian sampai penulisan rapor.
Ada siswa yang harus "nebeng" hp tetangga karena orangtua ---yang bekerja sebagai buruh bangunan atau petani--- tak memiliki hp. Ada juga yang mengumpulkan buku dalam waktu yang tak terbatas. Satu tema selesai, baru dikumpulkan.
Baca juga: Fenomena Bahasa Daerah sebagai Bahasa Ibu Masyarakat Indonesia di Era Kekinian
Ya namanya juga pelayan siswa, saya terima dengan tangan terbuka. Toh kondisi juga tak memungkinkan untuk mengumpulkan setiap hari ke rumah.
Sungguh, pengalaman mereka di tahun 2020. Di mana mereka dipaksa oleh keadaan untuk belajar di rumah. Ya karena pandemi covid 19. Pengalaman yang akan mereka kenang sampai kapanpun.
Saat PAT ini, saya meminta siswa menuliskan pengalaman mereka selama belajar di rumah. Cerita pengalaman itu sangat mengharukan. Ada cerita seru, doa dan rasa kangen mereka kepada teman, guru dan sekolah.
Bahkan di antara siswa yang merupakan anak pindahan dari lain kecamatan dan mondok di PP Al Hikmah Branjang yang menuliskan harapannya. Harapan yang membuat agak terharu juga.
Si anak belum lama belajar dengan saya. Baru awal semester dua dia masuk sekolah kami. Namun ternyata rasa yang dituliskan tak jauh berbeda dengan teman lainnya.