Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Mereka yang Terlupakan di Hari Buruh Internasional

Diperbarui: 30 April 2020   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: uad.ac.id

Setiap 1 Mei adalah peringatan Hari Buruh Internasional. Sebuah peristiwa yang harus mengingatkan akan nasib para buruh. Para buruh seolah menjadi alat peras pundi-pundi uang bagi pemilik perusahaan. Ya buruh memang identik dengan para pekerja di perusahaan-perusahaan.

Nasib keuangan atau upah dirasa kurang dari UMR sehingga tuntutan kenaikan upah selalu dikeluarkan saat peringatan Hari Buruh. Selain itu ancama PHK dirasa merugikan para buruh.

Semua pihak bicara tentang hak dan kewajiban para buruh. Semua ingin memperjuangkan nasib buruh. Hampir semua orang berpihak pada kaum buruh ini. Ya...banyak yang berdiri di belakang buruh.

Padahal di dunia lain, masih ada nasib yang tak kalah memprihatinkan dari nasib para buruh tersebut. Guru Non PNS baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Nasibnya tak mendapatkan apresiasi sebagaimana para buruh.

Mungkin ada yang berpandangan bahwa guru itu golongan elit. Pasti memiliki gaji yang cukup setiap bulannya. Apalagi guru Non PNS yang mengajar di sekolah swasta. Mereka dianggap telah mendapatkan hak yang lebih dari cukup. Jadi mereka akan ditertawakan jika mengeluh.

Akan tetapi jika dilihat dan diperhatikan dari dekat, tak semua guru di sekolah swasta sudah sejahtera. Tak semua sekolah swasta berani menarik uang iuran tiap bulannya yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sedikit membantu mengatasi kesejahteraan gurunya.

Di sekolah-sekolah swasta favorit perkotaan memang bisa saja gurunya sejahtera. Orang tua siswa biasanya adalah orang yang paham pendidikan dan golongan orang berpunya.

Tetapi jika sekolah swasta di pinggiran, sekolah sering berprinsip bahwa orangtua siswa tak memiliki rezeki berlebih, jadi tak mengambil kebijakan menarik iuran bulanan. Anak-anak rajin sekolah saja sudah sangat disyukuri.

Jadi nasib guru swasta di kebanyakan sekolah juga memiliki nasib yang sama dengan guru honorer di sekolah negeri. Dengan gaji yang sangat jauh dari UMR, mereka tetap mengabdi kepada negeri.

Jika ada pembicaraan tentang nasib guru non PNS sudah pasti akan muncul dua pemikiran. Pertama mendukung para guru non PNS. Kedua akan "nyinyir" kenapa mau jadi guru, kenapa tak berwirausaha, atau bekerja di kantor dan sebagainya.

Okelah. Bicara tentang tenaga guru non PNS seolah menjadi status yang membuat serba salah. Di satu sisi dia dibutuhkan dan patut didukung. Di sisi lain dia mencari masalah sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline