Menjadi seorang guru saat ini menghadapi tantangan yang berat. Guru berperan sebagai pengajar sekaligus pendidik, motivator, inspirator, fasilitator bagi siswa. Tak hanya memberikan ilmu pengetahuan bagi siswa.
Ketika dihadapkan pada ketugasan tersebut, guru terkadang harus berhadapan dengan orang tua dan wali siswa, KPAI, polisi, pejabat dan sebagainya. Akibatnya guru sering memiliki prinsip, ya sudah yang penting sudah mengajar. Mengarahkan siswa hanya terbatas pada kata-kata yang tidak menimbulkan sakit hati bagi siswa. Siswa menjadi aman dari kekerasan fisik dan mental.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana proses pembelajaran berlangsung? Jika dahulu kala guru bisa dan biasa mencubit, melempari penghapus kayu, melempari kapur, memukul tangan siswa yang kukunya panjang dan sebagainya. Bagaimana zaman sekarang?
Model ceramah yang mulai ditinggalkan
Seperti halnya meninggalkan kekerasan fisik dan mental selama pembelajaran, guru saat ini sudah banyak yang meninggalkan cara tradisional dalam mengajar. Cara tradisional itu seperti metode ceramah.
Fokus siswa dalam pembelajaran jika diperhatikan dengan seksama tidak akan melebihi 30 menit. Selepas 30 menit, mereka tidak akan betah lagi mendengar dan menyimak pembelajaran yang disampaikan guru. Jadi percuma jika guru bicara terus di depan kelas. Sudah pasti siswa akan sibuk sendiri, bahkan ada pula yang tidur.
Guru lebih memilih pembelajaran di mana siswalah yang aktif dalam pembelajaran. Entah dengan metode belajar diskusi, pengamatan, praktikum, belajar di luar kelas dan sebagainya. Semakin aktif siswa belajar menemukan sebuah ilmu maka semakin baik kualitas pembelajaran.
Model pembelajaran tersebut sangat sesuai dengan konsep pembelajaran materi yang tercakup dalam Kurikulum 2013 atau Kurtilas. Meski sebenarnya masih ada kekurangan dari Kurtilas, setidaknya siswa diajak belajar mandiri.
Apa yang dilakukan guru ketika siswa aktif belajar?
Ketika siswa sibuk belajar secara aktif, bisa saja muncul banyak pertanyaan. Di mana peran guru jika siswa sibuk belajar mandiri atau berkelompok di kelas? Jangan-jangan guru malah khilaf bermedia sosial demi eksistensinya di dunia maya.
Kemungkinan ada pemikiran seperti itu di khalayak umum dan sangat wajar. Bahkan secara sekilas, ketika kelas riuh karena diskusi dan aktivitas lain sesuai materi pelajaran, guru kok seperti nggak ngapa-ngapain? Malas amat gurunya, dan sebagainya.