Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru dan Fenomena Pendidikan di Indonesia

Diperbarui: 26 November 2019   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: tribunnews.com

Esok hari, para pendidik di seluruh tanah air memperingati Hari Guru Nasional. Upacara Hari Guru pun dilaksanakan seperti tahun- tahun sebelumnya. Mengenai isi pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tak perlu saya uraikan. Toh sejak pidato diunggah pada web kemendikbud, telah viral di jagat maya.

Guru, seolah menjadi salah satu profesi yang mudah. Akan tetapi jika benar- benar terjun di dunia pendidikan dan berhadapan langsung dengan peserta pendidik, akan terasa beban berat yang disandang para guru. 

Bagaimana tidak, mereka mengetahui karakter setiap peserta didik dan berusaha memperbaiki karakter yang berbeda, agar kelak karakternya kuat ketika memimpin negeri.

Karakter yang terbentuk di lingkungan keluarga, harus diperbaiki jika ternyata belum menunjukkan karakter positif. Guru sebagai orangtua, memperbaiki, melengkapi dan menyempurnakan karakter tersebut. Tantangannya sangat berat. 

Sebagaimana beberapa berita viral yang telah beredar, guru berhadapan dengan siswa yang terkadang urakan, orangtua yang membela kesalahan anak hingga melaporkan atau menganiaya guru. Padahal guru tak hanya mengajar namun juga mendidik. Ketika diarahkan oleh guru maka orangtua harus bisa bekerja sama demi kesuksesan anak. 

Ketika siswa atau orang tua melaporkan perihal didikan guru, maka guru akan patah arang duluan. Hingga akhirnya muncul usulan agar anak diajar orangtua, dibuatkan rapor dan ijazah sendiri. Usulan yang emosional sebenarnya. 

Akan tetapi cukup wajar juga karena guru seolah tak memiliki payung hukum untuk mendidik siswa. Meski tindakan guru dalam mendidik siswa tak bisa dipidanakan, toh pada beberapa kasus memang menunjukkan guru dimejahijaukan.

Kurangnya pemahaman akan tupoksi guru bagi orangtua sangat disayangkan. Komunikasi yang seharusnya diutamakan dalam lingkungan sekolah, ternyata tak berjalan lancar. Demokrasi di lingkungan sekolah seolah mati.

Guru dan sekolah sering menjadi pihak yang disalahkan. Guru memberikan PR dan menyarankan untuk mencari informasi sendiri melalui internet maka disalahkan. Sekolah melaksanakan Full Day School yang disalahkan adalah gurunya. Padahal sekolah hanya melaksanakan kebijakan pemerintah. 

Itu dari sisi kebijakan dalam pembelajaran. Belum lagi dalam hal kesejahteraan. Kasus guru non PNS atau honorer juga mengalami kesulitan untuk memperbaiki nasib. Baik untuk mengikuti pendaftaran CPNS, PPG. Dari berita, ada wacana bahwa guru yang bisa mengikuti PPG harus memiliki IPK minimal 3,00. 

Di bawah pimpinan Mendikbud baru, tentu para guru berharap untuk lebih diperhatikan. Bagaimanapun guru adalah pahlawan yang akan mengantarkan ke arah kemajuan negara dan bangsa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline