Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Piala Pertama untuk Bunda

Diperbarui: 28 Oktober 2019   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: id.lovepik.com

Saat ini aku kelas satu SD. Namun aku belum lancar membaca. Ayahku sering memarahiku karenanya. 

Aku sendiri lebih dekat dengan simbah putriku. Ayah sibuk dengan pekerjaannya. Aku sebenarnya sangat rindu dengan ayahku yang dulu. Ketika aku masih balita, ayah yang mengajakku bermain, jalan- jalan keliling kampung. Sementara ibuku entah di mana.

Yang aku ingat, ibu jarang menemaniku bermain kala itu. Ibuku sibuk kerja, pikirku. Sampai saat ini aku kurang paham dengan hal itu. Yang aku tahu, ibuku mulai jarang pulang ke rumah dan akhirnya sama sekali tak melihat wajah ibuku.

Sebenarnya aku tak terlalu dekat dengan ibu. Sepanjang hari aku sering bersama simbah putri. Namun kadang aku merasa iri pada teman- temanku yang diantar ayah ibunya ketika berangkat dan pulang sekolah. Akan tetapi itu semua tak kuceritakan pada ayah dan simbah putri.

Kalau adik sepupuku sering jalan- jalan bersama ayah dan ibunya, aku merasa iri. Aku menangis dalam hati. Aku khawatir kalau simbah putri menjadi sedih. Kalau dengan ayahku, aku takut dimarahi dan dibilang cengeng.

"Anak laki- laki nggak boleh cengeng, nggak boleh manja..."

"Tapi ayah..."

"Kamu anak hebat, Ndra..."

**

"Ayah, bunda kok ada dua..."

"Nggak, Ndra..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline