Keberadaan museum di Indonesia tidak lepas dari pengaruh masa penjajahan Belanda. Bermula pada tahun 1752 di kota Harlem, Belanda, berdiri perkumpulan yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan yang bernama " De Holandsch Maatschapij en weten schappen".
Pemerintah Belanda di Indonesia merasa perlu mendirikan museum dan stasiun untuk sarana penelitian di berbagai kota, termasuk di Batavia. Tujuannya agar Belanda bisa lebih luas dalam mengeksplorasi kekayaan di daerah jajahan. Museum yang didirikan terpisah dari lembaga di Belanda.
Pada 24 April 1778 di Batavia berdiri lembaga ilmu pengetahuan " Bataviasch Genootschap van Kunsten en weten schappen" di rumah J. C. M Rademaker, tepatnya di daerah Kalibesar Jakarta. Tujuan didirikannya "Bataviasch Genootschap van Kunsten en weten schappen" adalah memajukan penelitian di bidang Biologi, ilmu alam, ilmu purbakala, ilmu sastra, ilmu bangsa- bangsa, ilmu sejarah, kesenian, dan menerbitkan hasil- hasil penelitian. Gedung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Museum Nasional, yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat no 12.
Kegiatan tersebut terus berlangsung sampai masa pemerintahan Inggris. Raffles membuat kebijakan berupa pembangunan gedung baru dan mengubah lembaga "Bataviasch Genootschap van Kunsten en weten schappen" menjadi "Literaty Society". Selain itu Raffles mendirikan Kebun Raya Bogor, Benteng Mal Borough di Bengkulu dan membuat buku History of Java dan History of Sumatra.
Kembali pada masa kolonialisme Belanda ada spesialisasi ilmu pengetahuan di Indonesia yang membedakan antara bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan alam. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan yang pesat tadi maka pada tahun 1862 pemerintah Belanda membangun gedung- gedung baru untuk menampung lembaga- lembaga dari spesialisasi ilmu pengetahuan tersebut.
Lembaga- lembaga baru itu antara lain : Museum Zoologi (Bukittinggi, 1890); Museum Zoologi (Bogor, 1894); Museum Radya Pustaka ( Solo, 1890); Museum Purbakala di Trowulan, Mojokerto tahun 1920; Museum Rumah Adat Banjuang, Sumatera Barat (1833); Museum Rumah Simalungun, Batak (1838); Museum Herbarium (Bogor, 1941).
Dari ulasan di atas dapat kita lihat bahwa pemerintah penjajahan berjasa dalam hal memajukan kebudayaan di Indonesia, hanya saja sebenarnya tujuan utama dari pendirian museum budaya adalah untuk mengenal watak rakyat yang dijajah. Sedangkan tujuan utama pendirian museum penelitian adalah agar bisa melakukan eksplorasi sumber daya alam di daerah jajahan. Jadi, pendirian berbagai gedung tersebut adalah demi kepentingan pemerintah kolonial itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H