Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Rujuk

Diperbarui: 19 Agustus 2019   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Husna saat ini duduk di kelas VI. Sudah lama juga aku hidup bersama putri cantikku yang kini sudah semakin cantik. 

Dia tetap bahagia meski orang tuanya belum juga rujuk. Atau mungkin takkan pernah. Meski berulangkali Mas Mumtaz menyatakan ingin rujuk, namun dia tak mungkin menyakiti ibunya.

Akupun sudah tak terlalu memikirkan untuk hidup bersamanya atau dengan lelaki lain. Hal yang kuprioritaskan adalah Husna. Dia semakin besar. Tak lama lagi dia menginjak usia remaja. Aku harus memperhatikan anakku itu. Karena kuyakin dia akan lebih senang berkumpul dengan teman sebayanya daripada bersama ibunya.

Atau bahkan dia nanti sudah akan mengurangi kebersamaan dengan ayahnya setiap akhir pekan. Kuharap hal itu tak membuat munculnya pikiran negatif ayah dan nenek Husna.

Bagaimanapun Husna bukan anak kecil lagi. Kegiatan di luar sekolah pasti akan lebih banyak dinikmati bersama temannya. 

Aku sebagai ibunya harus siap jika akhirnya aku kesepian lagi.

**

"Put, apa kita memang tak bisa rujuk lagi?"

Mas Mumtaz mendatangiku setelah mengantar Husna ke lokasi outbound akhir pekan ini. 

"Kok cuma diem, Put?"

Aku tersenyum dingin. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline