Aku menjadi kapok juga membiarkan Sherly menangis. Aku tak akan mengulanginya lagi. Memperjuangkan kuliahku demi dia, mencari alamatnya di arsip lusuh, bertemu dengannya lagi, takkan kusia-siakan dengan kelakuan bodohku.
Aku meyakinkan Sherly kalau aku menerimanya apa adanya. Nama Andro adalah masa lalunya. Apalagi dia juga belum jadian juga.
"Sher, aku tahu kok kalau sekarang ini lelaki paling ganteng bagimu cuma aku..."
Sherly kembali tersenyum.
"Nggak ah, mas. Ada yang lain kok."
"Oh ya? Coba bilang aku, siapa orangnya? Aku mau bicara dengannya..."
"Rahasia. Mas nggak usah tahu..."
"Kenapa nggak ngasih tahu? Sebaik apa dia, sampai kamu rahasiakan dariku..."
Aku kesal juga kali ini. Perasaan baru saja Sherly berhenti menangis, kenapa jadi dia yang menguji kesabaranku.