Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Pelajaran dari Kisahku

Diperbarui: 14 Juli 2019   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat ini aku bersama dua jagoan kecilku menunggu kepulangan sang ayah. Kedua jagoan kecilku bermain bola di dalam rumah. Pastinya rumah menjadi kapal pecah. Meski begitu, aku tak mempermasalahkannya. Toh itu dunia mereka. Biarkan mereka berdua mengeksplorasi dan mengekspresikan jiwa kekanakannya.

Hidup bersama tiga lelakiku membuatku sangat bersyukur. Luka masa lalu sirna oleh kehadiran mereka.

Ya... Dulu aku pernah patah hati. Tak sekadar sakit, tapi hancur. Sebelum mengenal calon suamiku saat ini, aku menjalin kasih dengan seorang lelaki, Bram. Tetangga tepatnya. Bram bisa dikatakan ganteng dari semua lelaki yang pernah kukenal.

Meski aku kuliah di kampus ternama di kotaku, tak membuatku berpaling dari Bram. Teman seangkatan yang cerdas dan mencoba mendekatiku, kutolak begitu saja.

Tak kupedulikan olok-olokan tetanggaku yang mempermasalahkan hubunganku dengan Bram. Apalagi Bram dikenal sebagai Don Juan. Mata dan telinga kututup rapat- rapat. Malah aku berpikir kalau aku akan memiliki prestise tinggi kalau bisa mengubah si Don Juan menjadi lebih baik. Tambah lagi, aku bisa memenangkan idola para perempuan yang mengelilinginya. Bukankah itu sangat keren?

Melihat hubunganku dengan Bram tentu sangat ditentang orangtuaku. Aku tahu, orangtua pasti memperhatikan bobot, bibit dan bebet calon mantunya. Aku terus bertahan dengan hubunganku dengan Bram. Aku yakin bahwa restu akan kami dapatkan lambat laun.

Berbeda dengan orangtuaku, orangtua Bram sangat welcome denganku. Ya siapa sih yang tak mau punya mantu sepertiku yang selalu menjadi bintang selama sekolah sampai kuliahku. 

**

Di tahun ketujuh aku dipaksa menyerah oleh keadaan. Restu dari orangtuaku bisa kami kantongi. Namun kenyataan pahit terjadi. 

Waktu itu orangtuaku menginginkan Bram segera melamarku dan menikahiku secara sederhana. Oh iya. Restu dari orangtuaku muncul atas pertimbangan pakdhe dan bulikku. Mereka yang berjasa untuk kelangsungan hubunganku dengan Bram. Bahagia tak terkira saat restu keluar dari mulut orangtuaku.

Kemudian ditentukanlah tanggal lamaran. Menjelang hari H, tiba- tiba bapakku mendekatiku ketika aku duduk di teras rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline