"Kapan akan kau ceritakan tentang lelaki itu padaku, Put?"
Sebuah pesan masuk dari ayah Husna setelah sekian bulan kublokir. Semenjak ayah Husna menikah, sengaja nomor HPnya kublokir. Baru kemarin nomornya bebas wira-wiri masuk ke kontakku. Hampir tiap jam pesannya masuk. Meski aku jarang membalasnya, kecuali kalau dia menanyakan Husna.
Jawabanku masih sama, aku menunggu waktu yang tepat. Karena aku masih perlu menyiapkan dan membesarkan hatiku dan Husna. Kami harus siap kehilangan kasih sayang ayah Husna jika ternyata hati ayah Husna telah tercuri istri dan anaknya.
Ah...aku telah begitu jahat. Mengapa aku harus merasa hati ayah Husna tercuri oleh mereka? Bukankah itu wajar? Tresna jalaran saka kulina. Toh denganku juga tak mungkin direstui keluarganya.
*
Setelah beberapa hari kutunda aku merasa telah siap terbuka pada ayah Husna. Aku akan menceritakan tentang siapa lelaki yang bersamaku tempo hari ---yang mengaku sebagai kekasih istrinya---. Kurasa lelaki itu membuat ayah Husna kesal padaku. Aku tak berani mengatakan kalau ayah Husna cemburu. Dia hanya tak suka. Titik. Begitu terangnya.
*
Aku dan ayah Husna saat ini berencana untuk bicara empat mata. Kami sekarang tengah mengantri untuk berfoto di Teras Kaca, di sekitar kecamatan Panggang. Masih satu daerah dengan tempat tinggalku.
Sementara Husna bersama keluarga ayah Husna. Ayah Husna sengaja tak ikut acara keluarganya.
"Acara itu belum terlalu penting. Lebih penting selesaikan teka-teki tentang lelaki itu..."
Seperti biasa, aku masih merasa lucu dengan rasa penasaran ayah Husna. Dan seperti biasa pula dia mengatakan kalau tak ada yang lucu dari sikapnya. Dia tak suka lelaki itu dekat denganku.