Bel istirahat tiba. Tanpa aba-aba untuk keluar kelas, anak-anak didikku sudah berhamburan keluar kelas. Seperti laron yang keluar dari liangnya.
Pemandangan seperti itu hampir setiap hari terjadi. Mau bagaimana lagi. Namanya juga anak SD kelas 1. Peralihan dari TK. Pastinya perilakunya layaknya anak TK. Bahkan siswa di kelas atas pun kadang juga masih berkelakuan sama.
Saat siswa lain sudah berada di luar kelas dan bersiap untuk shalat dhuha, seorang siswa cantik yang baru saja mendaftar kemarin menghampiriku di meja guru.
"Kok kamu masih di sini, Husna?"
"Iya, bu. Saya cuma mau bilang, kata ayah nama bu guru seperti ibuku... "
Aku tak dapat berkata-kata mendengar ucapan si cantik itu. Aku teringat putriku yang kini seumuran dengan Husna.
**
Sekitar delapan tahun yang lalu sebuah peristiwa sakral terjadi. Aku dinikahi oleh pria yang sangat mencintaiku. Ya... meski keluarganya tak memberi restu, kami nekat melakukannya.
Sampai akhirnya aku hamil dan melahirkan seorang putri. Di saat detik-detik melahirkan, ibu mertua sakit dan suamiku harus mendampinginya dan menjaganya terus.
Aku maklum dan memahami. Bagaimanapun dia adalah putra tunggal, dan anak laki-laki tetap menjadi milik orang tua meski sudah berkeluarga.
Kubiarkan dia berbakti kepada orang tuanya. Aku juga tak akan membencinya seumur hidupku. Itu sudah resiko karena langkah nekat kami. Ujian hidup harus dijalani.