Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Cinta Kutemukan di Tanah Imogiri

Diperbarui: 27 Mei 2019   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasee.com

Beberapa hari setelah terjadi gempa di Yogyakarta dan sekitarnya, aku nekat ke bumi yang masih rentan akan terjadinya gempa susulan.

Ya. Di Yogyakarta terjadi gempa dengan kekuatan 5,9 SR itu menghancurkan wilayah Bantul dan  sekitarnya. Tepatnya 27 Mei 2006 pukul 05.55. Di tempat tinggalku pun merasakan dahsyatnya gempa itu. Guncangan benar-benar mengagetkan warga di kampungku. Belum pernah kami merasakan gempa yang kuat dan durasinya lama. Kulihat pohon-pohon jati dan langit pagi itu. Goyangan pohon terlihat jelas. Saat kejadian aku bersama ibu akan berbelanja di pasar. 

Semula aku tak berpikir bahwa di Bantul dan sekitarnya luluh lantak dalam sekejap. Namun dari kabar yang kudengar dari sahabatku, rumah kokoh di tempat tinggalnya dan sekitarnya hancur. Dia mengabarkan kondisi rumah dan sekitarnya lewat SMS. 

Waktu itu aku segera berinisiatif ke sana, Imogiri tepatnya. Aku merasa penasaran dengan tempat kuberkeluh kesah. Saat kusakit hati, hancur, kusering curhat ke rumah teman di sana.

Rumah temanku kebetulan dekat dengan kompleks makam. Hanya bersebelahan. Entah mengapa aku tak merasakan takut berada di sekitar makam. Biasanya melewati jalan dekat makam saja sudah merinding. 

Apalagi kondisi di sana sering terjadi gempa susulan. Harusnya aku merasa terancam keselamatanku. Malah saudara dan ibuku yang memgkhawatirkanku. Aku menginap di sana dalam waktu dua hari. Bermalam di ruang sempit yang tak runtuh dan tak bisa nyenyak tidur. Beberapa kali gempa susulan dengan kekuatan lemah terjadi. 

Kekhawatiranku akan selamat atau tidak, tak kupedulikan. Kulihat ketegaran keluarga temanku yang menghadapi musibah itu dengan sabar. Di sana aku membantu memasak. Sebisaku. Daripada temanku, sudah lulus kuliah tapi urusan masak memasak masih jauh kemampuannya, meski secara akademik dia lebih cerdas daripada aku. 

Sebelum gempa aku tak tahu kalau orang di sekitar Imogiri jika membangun rumah tak membuat pondasi rumah terlebih dahulu. Kalaupun membuat pondasi juga tak terlalu dalam. Mungkin itulah yang menyebabkan luluh lantaknya rumah-rumah di sana ketika tanah digoyang dengan kekuatan 5,9 SR di pagi itu. 

Dengan berada di tengah-tengah derita dan kesabaran temanku dan keluarganya, aku menjadi lebih bersyukur. Masih punya keluarga, teman yang membuka hatiku bahwa cinta bukan hanya dari seorang laki-laki yang pernah dekat denganku. 

Di sana kutemukan cinta keluargaku, juga sahabatku. Itu lebih dahsyat, melebihi segalanya dan sedikit menyembuhkan luka hati karena kecewa yang tak berujung. 

Sahabatku, salam untuk keluargamu. Semoga di tiga belas tahun peristiwa gempa Jogja ini membuat kita selalu bersyukur atas nikmat usia yang semoga berkah. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline