Pukul 15.00 mas Widi sudah sampai rumah. Tak seperti biasa.
"Apa aku disuruh pergi lagi aja...", komentarnya ketika kutanya penyebabnya. Dan aku paling tak suka kalau pertanyaanku dijawab asal. Lebih baik aku ke dapur untuk menyiapkan minuman spesial. Biar aku semakin disayang suami.
"Oh iya, sayang, tadi aku ketemu temen KKNmu. Dia kirim salam buat kamu..."
"Waalaikumsalaam. Emangnya siapa yang kirim salam...?"
Mas Widi lupa namanya. Lama dia mengingat-ingat tapi tetap lupa. Dia memang termasuk orang yang mudah lupa, apalagi dalam hal meletakkan barang-barang. Untungnya dia nggak lupa jalan pulang untuk menemui aku. Heee...
"Itu loh... yang ketua KKN kelompokmu.."
Aku sudah tak tertarik untuk mengetahui keadaannya. Hanya doa untuknya agar rumah tangganya bisa langgeng.
"Oh... Tio"
Mas Widi lalu bercerita tentang kehidupan Tio. Rumah tangganya saat ini berada di ujung tanduk.
"Dia cerita kalau nggak bisa mempertahankan rumah tangganya. Dia selalu ingat kekasih yang ditinggalkannya. Pinginnya dia kembali tapi tak mungkin. Dia dapat informasi kalau kekasihnya sudah menemukan pujaan hatinya. Kasihan juga..."
Cerita usang itu sebenarnya tak perlu diingat lagi. Menikah itu harus komitmen untuk mempertahankan rumah tangganya. Yang ada di hadapannya, itulah yang harus dijaga sampai maut memisahkan.