Aku perhatikan akhir- akhir ini suamiku, mas Widi, sering berkebun. Entah menanam pohon-pohon buah seperti jeruk, kelengkeng, alpukat, pisang.
"Buat investasi kita juga, dik", jelasnya singkat.
Selain itu beragam empon-empon juga ditanamnya. Rencana terakhir dia akan menanam aneka sayuran.
"Biar kalau masak bisa langsung metik di kebun. Lebih sehat dan hemat kan, dik?"
Aku hanya tersenyum saja. Okelah. Tak apa dia melakukan aktivitas itu. Daripada sering pegang gawai. Malah mengkhawatirkan. Ya kesehatan, ya bisa kepincut perempuan lain nanti. Haha.
Namanya berkeluarga memang harus dibumbui rasa cemburu. Pernah dia marah besar padaku, saking cemburuku keterlaluan menurutnya. Padahal dia sendiri sering chatingan dengan seorang perempuan yang katanya sih suaminya lagi demenan sama orang lain. Jadi tempat curhatnya.
Aku jelas tak terima. Ya... perempuan sih suka baper dan cemburuan.
"Dia tuh temen SMAku, dik. Nggak ada hubungan lain selain persahabatan. Dia butuh teman curhat...", terangnya.
Dia sendiri sudah lupa rupanya. Aku juga butuh diperhatikan. Aku lebih berhak mendapatkan perhatiannya ketimbang perempuan itu.
"Aku juga butuh diperhatikan, mas. Aku pingin sering ngobrol sama mas. Malah mas tak mau..."
"Siapa bilang kalau aku tak memperhatikanmu, dik. Setiap pulang dari kampus aku ada di rumah.."