Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Cemburu

Diperbarui: 9 November 2019   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku dan teman-teman cewek segera menyiapkan minuman hangat pagi itu. Untuk menghangatkan tubuh kami akibat hawa dingin setelah seharian kemarin hujan deras. Seperti biasa, kopi lebih banyak mendominasi minuman favorit teman-teman. Hanya aku yang menghindari minuman itu. 

Teman- teman sering pamer tentang nikmat dan harumnya kopi itu. Untuk urusan bau kopi sih aku tau, pasti harum. Tapi soal rasa, aku harus membuang rasa kangen dengan minuman itu. Aku tak mau kalau terserang batu ginjal lagi. Jadi aku lebih sering minum air tanpa rasa, yang penting hangat. 

Tapi pagi itu, aku ingin minum jahe hangat. Sesekali tak apa. Lagian itu menyehatkan juga.  Jahe kubakar dulu dan kubersihkan, barulah kugeprek dan kukasih gula jawa. Terakhir dituangi air panas. Hmmm...  nikmat. Jadi aku tak begitu cemburu karena tak menikmati kopi seperti teman-temanku. 

Sebagai teman minum kami hanya menggoreng sukun yang diberikan warga sekitar sekretariat. Sukun dikuliti, dicuci, diberi bumbu bawang dan garam. Didiamkan sebentar, kemudian digoreng. 

Percakapan santai dan penuh canda mewarnai pagi. Aku lebih banyak diam. Wahyudi yang biasanya lebay pun lebih senang menikmati makanan ala orang desa itu. Tio berusaha menguasai diri lagi, setelah menatapku lekat-lekat di meja dapur tadi. 

***

Sore hari.

Pak Widi melakukan visitasi ke sekretariat KKN setelah mendengar Tio kecelakaan kecil semalam. Kalau misalnya didengar baik-baik, komunikasi antara kami ---mahasiswa KKN--- dengan pak Widi seperti obrolan kakak beradik. 

Aku menduga setelah obrolan hangat kami sore ini, akan ada permintaan foto bareng dengan pak Widi lagi. 

"Kamu nggak ikut antri?", Tio mengirimkan pesan pribadinya. 

Kebetulan dia duduk di depanku. Aku hanya memberikan kode dengan menggelengkan kepala. Kulihat dia bernafas lega. Aku hanya tersenyum. Kenapa aku jadi kelu sendiri? Kenapa dia tak mengeluarkan kata-kata yang bisa memancing rasa kesal? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline