Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Orangtua sebagai Pendidik, Antara Idealis dan Realita

Diperbarui: 15 April 2019   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict: wajibbaca.com

Saya tak tahu harus memulai tulisan ini dari mana. Yang jelas ide tulisan ini saya dapatkan setelah membaca dan menikmati puisi dari salah satu Kompasianer tentang guru sebagai pahlawan bangsa. 

Saya berkomentar bahwa seorang guru memiliki pengorbanan yang luar biasa, salah satunya dia mendidik anak orang lain. Sementara dia sendiri tidak bisa mendidik anaknya sendiri. Kenapa saya bilang seperti itu? Bagaimana idealnya menjadi orangtua di rumah? 

Orangtua adalah guru atau sekolah pertama bagi anak

Tentu kita sepakat bahwa anak pertama kali belajar dari orangtuanya. Bukan hanya sejak dia dilahirkan. Akan tetapi sejak dalam kandungan pun anak sudah belajar dari orangtua. Oleh karenanya orangtua diharuskan bertingkah laku, bicara dengan hati-hati. 

Bagi umat Islam malah diajarkan agar selalu menjalankan ibadah fardhu, membaca dan memperdengarkan kalam Illahi dalam Alquran sejak dalam kandungan. Bahkan ada juga yang menganjurkan bagi orangtua untuk membaca QS Yusuf atau QS Maryam ketika si ibu tengah mengandung. Harapannya jika anak dilahirkan laki-laki maka bisa meneladani Nabi Yusuf yang selain tampan juga sholih. Sedang jika anak yang dilahirkan adalah perempuan maka diharapkan agar kelak bisa meneladani keshalihan Siti Maryam meski mendapatkan ujian yang berat. 

Setelah sembilan bulan dalam kandungan kemudian lahir di dunia pun si bayi diadzani agar bisa mengenal panggilan bagi umat Islam untuk beribadah shalat fardhu. Kemudian mendidik bayi dimulai dari berdoa sebelum minum ASI, MPASI, bersenandung, bicara, berjalan. Semua dilakukan di lingkungan keluarga. 

Keluarga adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak. Hal ini jelas, seperti paparan saya tadi. Bahkan keluarga menjadi salah satu pusat pendidikan di antara Tri Pusat Pendidikan. 

Ketika anak sudah masuk ke lembaga pendidikan formal pun peran keluarga tetap harus terjaga. Pusat pendidikan harus bahu membahu dan bekerja sama untuk mewujudkan berhasilnya pendidikan anak. Keberhasilan pendidikan tidak bisa hanya ditumpukan pada keluarga atau hanya ke sekolah. Masyarakat pun turut berperan besar untuk mendidik anak agar berkarakter yang kuat. 

Realita yang terjadi 

Pendidikan menjadi tanggung jawab tri pusat pendidikan. Akan tetapi terkadang peran ketiganya terkesan pincang. Mengapa? 

Anak yang sudah menginjak pendidikan formal maka cenderung akan sulit menerima nasihat orangtua. Si anak akan lebih manut atau patuh pada guru atau ustadznya. Makanya jika anak tidak patuh atau ngeyel ketika dinasihati orangtua, orangtua tersebut akan meminta tolong gurunya untuk menasehati anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline