Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Dengan Buku Aku Bebas

Diperbarui: 25 Maret 2019   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kali ini saya mengutip pernyataan dari Moh Hatta yang sangat luar biasa. Moh Hatta, bapak proklamator Indonesia bersama Ir Soekarno,  memiliki nama kecil Moh Athar. Beliau lahir 12 Agustus 1902. Menikah dengan  Rahmi Hatta 18 November 1945. Ya dalam usia 43 tahun beliau baru menikah. 

Sebelum Indonesia merdeka memang tak ada keinginan dari Hatta untuk menikah. Sungguh tekad yang bisa dicontoh para generasi muda untuk berjuang demi negeri. Tak perlu risau kalau sampai sekarang belum juga menemukan jodohnya. Yang penting berkarya demi bangsa,  sukses dan berusaha juga berdoa untuk menemukan jodoh. Hihihii.. 

Moh Hatta memiliki kegemaran membaca. Buku koleksi Moh Hatta cukup banyak. Saya jadi ingat dulu ketika mengerjakan skripsi saya pinjam buku koleksi beliau di Perpustakaan Yayasan Hatta di Yogyakarta. Sayangnya Perpustakaan ini tutup dan koleksi buku dititipkan ke Perpustakaan UGM. 

"Aku rela di penjara asalkan bersama buku karena dengan buku aku bebas". Begitu pernyataan Hatta akan pentingnya buku dalam hidupnya. Buku bisa membuka cakrawala, pengetahuan luas, tak mudah dibohongi penjajah. Dari kegemaran membaca buku ini yang akhirnya menyebabkan beliau ahli ekonomi (ekonom)  dan negarawan. 

Buku bisa membuat pikiran menjadi lebih luas dan merdeka. Tak ada orang yang bisa membatasi orang untuk berpikir. Dengan berpikir maka kita bisa memiliki pandangan dan mencari solusi ketika menghadapi permasalahan dalam lingkup sempit maupun luas. 

Dari membaca pula kita bisa menuangkan kembali dalam bentuk tulisan karena kita terinspirasi dari tulisan atau buku yang dibaca. Semakin banyak buku yang dibaca semakin banyak pengetahuan yang bisa dituangkan dalam bentuk tulisan. 

Tulisan yang dihasilkan tidak boleh sembarangan dan serampangan. Tulisan harus bisa dipertanggungjawabkan keakuratan, kesahihannya. Tulisan yang baik tidak mengandung emosi dan pandangan berat sebelah. Menulis harus memiliki manfaat bagi sesama dan dunia literasi. Agar kelak di kemudian hari kita tidak ditertawakan anak cucu kita atas tulisan yang kekanakan. 

Bebas menuangkan gagasan atau ide memang dibatasi oleh aturan. Apalagi menyangkut ilmu pengetahuan, sejarah bangsa. Meskipun dalam kenyataannya penulisan ilmu pengetahuan dan sejarah masih perlu penyempurnaan. Bahkan khusus penulisan sejarah bangsa ada yang belum terkuak sampai sekarang, seperti sejarah Supersemar misalnya. 

Bukan berarti kita pesimis dengan dunia kepenulisan. Selama banyak orang yang membaca buku dan menulis buku atau karya ilmiah secara obyektif maka kita yakin akan memperoleh fakta yang tersembunyi atau disembunyikan secara sengaja. 

Mari semarakkan dunia literasi dengan membaca,  menulis dan mencermati segala fenomena yang ada. Agar kita memperoleh kebebasan atau kemerdekaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline