Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Menulis, Mengomunikasikan Buku Bacaan dan Pikiran

Diperbarui: 25 Januari 2019   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict: padamu.net

Banyak di antara kita yang mengaku memiliki hobi menulis. Saya termasuk di dalamnya. Saya senang corat-coret tulisan sejak SMA. Akan tetapi tulisan yang saya hasilkan waktu itu hanya berupa cerpen. Saya belumlah memikirkan tulisan yang condong ke arah analisis terhadap fenomena alam, politik, sosial maupun budaya. 

Ketika saya membuat cerpen pastilah kebanyakan hasil pemikiran --khayalan tepatnya-- belum mengkomunikasikan apa yang saya baca. Ya mungkin karena mengkhayal itu lebih mudah. Meski untuk menuliskan dalam bentuk kalimat juga bukan perkara yang mudah. 

Suatu saat cerpen saya dibaca oleh kakak kelas yang kebetulan satu kost. Dia berkomentar katanya sih bagus dan usul untuk dikirimkan ke redaksi majalah atau koran. Akan tetapi tulisan itu berhenti dan hanya sekadar koleksi pribadi saja. Tak ada yang saya kirimkan ke berbagai redaksi majalah atau koran. Belum pede untuk mengkomunikasikan cerita khayal yang sudah saya hasilkan. 

Kemudian masuk masa kuliah, sering mendapat tantangan dari dosen untuk mengirim artikel ke redaksi surat kabar. Rata-rata tak ada mahasiswa yang mau menjawab tantangan tersebut. Ya kami sibuk mengerjakan makalah demi makalah setelah berlomba membaca buku di perpustakaan kampus, perpusda, maupun perpustakaan yayasan lainnya. Entah kenapa tak ada pemikiran untuk sedikit mengubah makalah menjadi artikel yang menarik. 

Meski demikian, makalah-makalah tetap saya simpan sampai saat ini. Beberapa diantaranya ada yang saya posting di blog pribadi saya. Tak ada niat untuk mengambil keuntungan dari tulisan di blog tersebut. Pada perkembangannya saya memang menggunakan google adsence, tapi sampai saat ini saya tak tahu berapa saldonya. Hal terpenting agar ilmunya bermanfaat. 

Saya ingat sebuah motivasi dari Felix Siauw, Aku belajar dan membaca agar umur orang lain berguna bagiku, dan aku menulis agar orang lain mengambil manfaat atas umurku. Tulisan yang berguna akan membuat tulisan lebih bernilai, terutama nilai ibadah. 

Mengkomunikasikan hasil bacaan dan pikiran memang sangat penting ketika si penulis berharap tulisannya bermanfaat. Kalau tulisan sekadar untuk koleksi pribadi maka tak ada manfaatnya. Sayang sekali kalau buah pikiran dan hasil baca hanya terhenti pada diri kita. Tulisan yang dahsyatpun tak akan bernilai dan tidak mendapat pengakuan dari siapapun. 

Buku bacaan yang telah kita lahap akan mempengaruhi pola pikir kita. Dari hasil membaca tersebut maka bisa kita tuangkan dengan gaya khas sendiri. Bacaan akan memperkaya pengetahuan yang sangat berguna untuk pengembangan tulisan kita. Rohani kita pun mendapatkan hak untuk memperoleh makanan. Buya Hamka menyatakan bahwa membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik.

Tulisan hasil telaah buku dan pikiran kita pada akhirnya akan diterima oleh pembaca,asal dikomunikasikan. Tulisan tersebut akan berbicara kepada pembaca, sejalan dengan pendapat Elbert Hobbart bahwa saya tidak membaca buku, saya mengobrol dengan si pengarangnya. (I do not read a book, I hold a conversation with the author).

Semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline