Bagian 5
"Maaf, dik. Aku mengantar kamu pulang dengan kendaraan umum. Uangku habis untuk biaya pengobatanmu. Tapi kalau kamu mau menunggu beberapa bulan, mungkin aku bisa memesankan tiket pesawat..."
Waduh... Aku bingung sendiri. Di tengah rasa bahagia mau dipulangkan, malah Fahri tak pegang uang banyak. Aku berpikir keras, kalau tak segera pulang aku bisa tambah tersiksa di sini. Kalau mau cepat pulang aku harus naik bus umum. Gengsi masih ku pegang teguh. Padahal aku sendiri tak punya uang. Akhirnya aku mengangguk. Lebih baik cepat pulang, daripada di kampung lebih lama.
***
Dalam perjalanan pulang, aku merasa bahagia meski hanya dengan bus umum. Yang penting pulang dan segera diceraikan Fahri. Aku tersenyum puas.
Tiba-tiba terdengar suara HP berbunyi. Fahri menerima telepon. Siapa lagi kalau bukan ibunya yang telepon. Tapi... Tunggu. Aku merasa ada yang aneh.
"Itu HP siapa, mas?", Tanyaku ke Fahri.