Bagian 3
Lagi-lagi aku kesal bukan main. Dalam pikiranku ketika hari H menikah dengan Fahri akan dilakukan dengan pesta besar-besaran. Nyatanya hanya ijab qobul di KUA dan pengajian. Apa-apaan? Acara apa seperti itu? Orang sekaya dan sesukses ayahku ternyata tak mau mengadakan pesta pernikahan untuk putri tunggalnya. Relasi ayah pun tak diundang.
"Lebih baik uangnya digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Anak-anak dari panti asuhan lebih berhak menikmati itu..." terang ayah.
Ya... dalam pengajian itu ayah sengaja mengundang anak-anak panti asuhan di kotaku. Mereka sangat bahagia ketika ke pengajian di rumah kami.
***
Hari-hari yang akan Fahri jalani pasti seperti di neraka. Aku sama sekali tak menganggap dia sebagai suamiku. Tidur pun terpisah. Aku di tempat tidur kesayanganku. Fahri tidur di lantai beralaskan karpet.
Aku menjalankan rencanaku sejak awal dipaksa menikah dulu. Aku ingin cepat dicerai Fahri. Aku tak peduli dengan status janda yang akan ku sandang nanti. Aku ingin Fahri tak betah hidup bersamaku kemudian menalakku. Lebih cepat lebih baik.
***
Pagi harinya. Di meja makan.
"Selamat pagi, nak Fahri. Mari kita sarapan bareng- bareng..." Ibuku menyapa Fahri. Dia mengangguk dan duduk di kursi sebelah kananku. Entah apa yang dilakukan tadi, dia tak segera menyusulku ke ruang makan.
"Nak Fahri kok g bareng Sinta ke sini...?" Tanya ayahku menyelidik.