Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Pengalaman Menghadapi ABK dalam Program Asesmen di Kelas

Diperbarui: 15 Desember 2018   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi ruang kelas | Foto: BBC.co.uk

Tiga belas tahun lebih mengajar di sebuah sekolah dasar swasta tentu banyak hal yang ku hadapi. Sekolah kami berada di tiga kilometer dari ibukota kecamatan.

Berbagai pengalaman, baik suka maupun duka menjadikan cambuk untukku lebih baik dan maju dalam melayani siswa dan wali siswa.

Jumlah siswa di sekolah kami tidak terlalu banyak, juga tidak terlalu sedikit. Siswa kami berasal dari beberapa dusun di sekitar sekolah serta beberapa daerah di Jawa Tengah. Mengapa siswa bisa berasal dari luar DIY? Ya mereka sebenarnya santri pondok yang letaknya tak begitu jauh dari sekolah.

Siswa dengan berbagai tabiat dan karakter hingga membuat guru-guru kewalahan. Pendidikan keluarga mempengaruhi karakter siswa ketika berinteraksi di sekolah. Mulai dari siswa yang berasal dari keluarga broken home, siswa pindahan yang agak nakal dan masih banyak lagi.

Tantangan semakin besar ketika guru berhadapan dengan siswa berkebutuhan khusus atau siswa difabel. Aku sendiri masih awam dalam hal menghadapi siswa berkebutuhan khusus atau difabel tersebut. 

Dahulunya siswa berkebutuhan khusus biasa disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Tetapi dalam perkembangan akhir-akhir ini, semua sekolah harus dan dituntut mau menerima anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama teman-temannya. Istilahnya semua sekolah harus bisa memberikan pendidikan asesmen kepada anak berkebutuhan khusus (ABK).

Berkaitan dengan program pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus (ABK) atau difabel, alhamdulillah sekolah kami sudah memiliki gedung yang menunjang, hasil rehab dari DAK tahun 2014-an.

Kebetulan beberapa tahun aku mengajar yang kelasnya terdapat siswa ABK. Sebut saja siswa ABK itu Pur.

Sebagai orang yang buta pendidikan ketunaan, aku sering bertanya pada saudara yang mengajar di SLB. Tak jarang juga berkomunikasi dengan teman sejawat ketika jam istirahat di kantor.

Teman sejawat yang juga menghadapi siswa ABK sebut saja Bu Har. Kami saling sharing agar perangkat pembelajaran lengkap dan proses pembelajaran asesmen bisa lancar.

Menjadi teman belajar bagi siswa berkebutuhan khusus atau difabel tentu banyak tantangannya. Apalagi ini merupakan hal baru untukku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline