Lihat ke Halaman Asli

Dear Sinetron/FTV Indonesia....

Diperbarui: 30 Juni 2017   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi; brilio.net

          Jika Korea Selatan memiliki Drakor dan Amerika Latin memiliki Telenovela yang sama-sama berhasil memikat hati masyarakat Indonesia pada masa berbeda, maka Sinetron yang merupakan karya anak bangsa sendiri memiliki pecintanya yang tak lekang oleh waktu. Sejak dahulu, sinetron telah diproduksi oleh berbagai Production House baik yang stripping maupun tidak. Namun sepertinya untuk masa kini tidak ada sinetron yang tayang sekali atau dua kali per minggu bukan? Bahkan FTV yang tergolong film pun tayang setiap hari. Hal tersebut tidak begitu menjadi masalah, walaupun saya sebagai mantan penonton setia stasiun TV nasional terkadang merasa aneh ketika sebuah sinetron rela di "obrak-abrik" demi adanya perkembangan dan alhasil semakin banyak episode-episode yang akan dihasilkan.

Sore tadi saya sempat membuka salah satu stasiun televisi swasta dan menonton FTV yang saat itu diputar, FTV ini sering saya tonton karena bertema kemanusiaan dan saya pikir cukup membawa dampak positif bagi penontonnya dibanding sinetron-sinetron remaja yang kini menjamur dan seakan tidak memperhatikan nilai sosial yang perlu dibangun. Namun, terdapat adegan-adegan yang saya pikir tidak begitu benar dan justru jika ditonton dapat terjadi kesalahan persepsi dan salah kaprah di kalangan penonton yang termasuk awam dalam hal yang ditunjukan. 

Contohnya, adegan hak asuh anak yang dirampas oleh seorang suami yang telah lama meninggalkan istrinya dan ternyata anak tersebut bukan merupakan anak biologis dari istri sahnya melainkan simpanannya. Disini entah tidak dilakukan pendalaman atau observasi terlebih dahulu, namun adegan yang ditampilkan benar-benar salah. Dalam FTV tersebut, anak dijemput paksa oleh Polisi kemudian diserahkan kepada ayahnya dan Ibu nonbiologis anak tersebut hanya bisa menangis dan lebih lucunya, polisi menahan Ibu tersebut untuk lari mengejar mobil yang ditumpangi anaknya (adegan yang sangat klise) tanpa dilakukan proses hukum yang jelas terlebih dahulu. 

Faktanya, dalam kasus hak asuh anak yang menjadi landasan utama ialah bukan apakah orang tua merupakan orang tua biologis dari anak tetapi lebih menekankan pada kenyamanan dan kesejahteraan anak dalam kehidupannya pasca perceraian orang tua dan tentunya melalui proses hukum yang sesuai dengan prosedur dan mediasi bila diperlukan.

Adegan tak kalah menggelikan yang saya tonton tadi ialah penggunaan alat pacu jantung atau Defibrilator/Pacemaker, alat ini tentu bukan hal yang begitu asing bagi kita sekalipun anda atau saya bukan orang kedokteran karena sering kita melihat penggunaannya dalam adegan sebuah sinetron atau tayangan lain. 

Namun, begitu banyak sinetron yang melibatkan hadirnya alat ini tetapi hampir seluruhnya salah dalam  reka penggunaannya. Adegan terklise yang dapat kita lihat ialah ketika seorang pasien yang sedang parah dan monitor EKG (petunjuk detak jantung) menunjukan garis lurus diikuti dengan bunyi "tiiiiiiiiittt" dokter secara tergesa-gesa akan menggunakan alat pacu jantung ini. Faktanya, alat ini tidak akan berfungsi lagi ketika monitor menunjukan garis lurus melainkan ketika masih menunjukan garis zig-zag.

brightside.me

Selain kedua adegan yang saya tonton, masih banyak adegan yang dimunculkan dalam sinetron/FTV Indonesia yang dinilai saya sangat tidak realistis apalagi yang berhubungan dengan rumah sakit atau kesehatan. Seperti operasi mata dan donor ginjal yang begitu sukses dan berjalan mulus dalam waktu sekejap, kecelakaan dijalan yang terjadi dengan konyol atau amnesia yang merupakan andalan para sutradara. Walaupun secara budget dinilai jauh dari film yakni berkisar 50 -- 250 juta per episode, tapi bukan berarti sinetron/FTV mesti melewatkan adegan-adegan yang mungkin dinilai tidak begitu memberi dampak pada jalan cerita namun adegan tersebut sebenarnya dapat dijadikan media edukasi bagi penikmatnya sehingga jika salah ditampilkan, dapat mengakibatkan salah persepsi dan kaprah masyarakat.

Kita perlu mengingat bahwa pengetahuan akan hukum, kesehatan dan nilai sosial penting ditanamkan kepada masyarakat. Jadi, jika memutuskan untuk menampilkan, tampilkanlah serealistis mungkin karena perlu diingat bahwa minat membaca di Indonesia masih sangat rendah, maka kebanyakan masyarakat menerima informasi tanpa menyaringnya dan jika televisi yang merupakan media yang lebih diminati saja tidak menampilkan informasi yang real dan akurat, bagaimana nasib penonton setia sinetron? tidak tahukah kita bahwa sinetron/FTV masih menjadi tayangan paling favorit masyarakat Indonesia?

Salam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline