Secara kodrati semua orang ingin tahu. Oleh karena itu, manusia selalu mencari cara untuk menggapai atau bahkan untuk melengkapi ketidaktahuannya. Tentu dalam hal ini banyak cara yang akan ditempuh manusia untuk mendapatkannya. Sampai-sampai manusia akan melakukan cara yang begitu ekstrem—itu pun bagi mereka yang benar-benar ingin tahu apa yang tidak ia tahu—sangat berbeda dengan orang-orang yang tidak ingin tahu yang tidak diketahuianya—justru mereka akan malas untuk mencari tahu. Mereka hanya menerima dengan pasrah apa yang tidak diketahuinya. Bahkan tidak mengeherankan bila sikap seperti itu akan hanya bergantung kepada angan-angan semata. Angan-angan yang tidak pernah terwujud sampai rambutnya kian memutih. Orang-orang yang demikian dikatakan oleh ajaran Taoisme adalah orang-orang yang tercela karena tidak mengetahui bahwa ia tidak tahu. Jika dipikirkan secara mendalam, mungkin sebagian kita akan menganggap bahwa ajaran ini sangat terkesan tidak menghargai sisi kemanusiaan kita. Namun, itulah faktanya bahwa memang sebagai manusia kita sudah sewajarnya mengetahui apa yang tidak diketahui. Paling tidak kita akan mencoba menciptakan peluang untuk tahu—itu sudah merupakan satu langkah awal menuju ketidaktahuan itu untuk menjadi tahu.
Kita memang harus mengakui bahwa hasrat keingintahuan itu tidak akan pernah ada habisnya atau barangkali identik dengan kata yang tidak terbatas. Seperti apa yang dikatakan oleh para kaum Humanis bahwa hasrat akan pengetahuan sangat dihargai walau tidak terpuaskan. Oleh karena itu, hidup adalah sebuah proses transformasi dan pertumbuhan pribadi melalui kegiatan belajar dan memeroleh pengetahuan tanpa henti-hentinya. Mengapa seperti itu? Kembali lagi kepada hakikat manusia itu sendiri yang selalu haus dan lapar akan keingintahuan terhadap sesuatu. Sekarang yang menjadi pekerjaan manusia yang paling berat adalah bukan untuk tahu, tetapi mencoba menciptakan peluang untuk tahu itu sehingga dengan sendirinya yang tidak diketahuinya menjadi tahu. Menciptakan peluang untuk tahu lebih rumit daripada memahami apa yang tidak ketahui. Kalau kita tidak mengetahui sesuatu, tentunya kita diciptakan dengan akal budi yang bisa belajar—apakah belajar dari pengalaman—apakah itu belajar lewat kondisional. Hal itu tidaklah rumit jika kita sudah berpeluang untuk melakukan semuanya itu.
Menciptakan Peluang atau Menyerah
Rasa-rasanya pikiran manusia itu ibarat pedang bermata dua. Pikiran itu bisa menjadi senjata ampuh untuk mencapai rasa ingin tahunya atau sebaliknya justru bisa menjadi senjata penghancur untuk dirinya sendiri. Mengapa demikian? Tentu jawaban itu tergantung pada cara kita menyikapinya. Bilamamana kita menyikapi pikiran itu dengan sikap yang optimis bahwa sesuatu itu dapat kita ketahui lewat penciptaan peluang untuk tahu, saat itulah pikiran itu akan benar-benar bermakna. Pikiran itu begitu tajam untuk menguliti dan bahkan mengupas ketidaktahuan itu sampai tuntas. Namun, bilamamana ketidaktahuan itu kita sikapi dengan sikap yang pasrah atau menyerah, saat itu pulalah pikiran itu akan menjadi senjata yang tumpul dan tidak berdaya sampai-sampai untuk memotong kue yang begitu lembut pun tidak memiliki daya yang cukup. Sangat ironi bukan? Oleh karena itu, pilihannya hanyalah dua, yaitu menciptakan peluang untuk ingin tahu atau justru malah menyerah pada kondisi ketidaktahuan itu.
Kita juga harus menyadari bahwa memang tidak selamanya peluang akan tercipta menjadi apa yang kita harapkan. Namun, paling tidak kita sudah mencoba untuk menciptakan peluang itu. Sekecil apapun peluang itu akan membuka jalan untuk hal yang akan kita capai. Peluang untuk berhasil memang kecil, tetapi justru dibalik kecilnya peluang itu memiliki semangat yang kuat untuk mencapainya. Mengapa demikian? Alasanya manusia itu merasa jika peluangnya suda cukup besar umumnya rasa semangat itu tidak sebesar saat kita memiliki peluang yang kecil. Kecenderungan manusia yang akan merasa yakin akan mendapatkan sesuatu menjadikan perjuangan untuk memeroleh apa yang ia tidak tahu tidak begitu kuat lagi.
Hal yang lumrah memang jika kondisi itu diperhadapkan dengan sikap kemanusiaan kita. Justru pada kondisi inilah yang sekarang membedakan manusia yang memang mampu mencapai ketidaktahuannya dibandingkan dengan manusia yang lainnya. Ciptakan peluang sebanyak-banyaknya akan membuka jalan apa yang tidak diketahui. Ciptakan peluang sebanyak-banyaknya maka angan-angan akan terwujud nyata. Mari ciptakan peluang di atas ketidaktahuan kita dengan kegiatan yang membawa kita pada arah yang bermakna. Dengan demikian, peluang untuk tahu akan semakin besar.
Tangerang, 21 Agustus 2015
#Sebuah refleksi untuk diri sendiri atas banyaknya hal yang tidak diketahui
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H