Lihat ke Halaman Asli

Harjono Honoris

Wiraswasta

Laga Ahok-Anies Berdebat di Mata Najwa

Diperbarui: 6 April 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penulis hanyalah amatir politik yang mengetahui fenomena negara via televisi. Namun, sebagaimana pribadi yang hidup dalam dunia demokrasi, berpendapat adalah hakiki (halah). Setelah menonton Mata Najwa - Babak Final Pilkada Jakarta, banyak poin menarik yang bisa diamati dalam melihat kedua paslon gubernur DKI Jakarta.  Saya pribadi berterima kasih atas acara ini yang selalu berhasil menggali sedalam-dalamnya kapasitas narasumber, baik dari kapasitas otak sampai hati. 

1. Menghadapi Pertanyaan Sulit

[gambar pertanyaan]

 "Mba Nana adalah ular tangga politik Indonesia. Jika yang bisa memberi jawaban yang bertanggung jawab dan meyakinkan, namanya akan naik. Sebaliknya, siap-siap jatuh ke bawah dan sebawah-bawahnya" (Soeharto, Nyalin Menyalin Program, Topik Menohok). Ekspresi Wajah: Pak Ahok banyak ketawa heran, dengan senyum lebar dan mata yang tegang. Pak Anies, senyum berat. Mata dan mulut lebar, tapi muka selalu tertunduk ke bawah. Jelas keduanya berusaha menahan tekanan lapangan.

2. Gaya Menjawab Pertanyaan 

 Ahok mengandalkan data dan track record (keunggulan petahana); Anies mengandalkan program-program ideal dan kata-kata sejuk (strategi pendatang baru). Dalam pemaparan program, Pak Anies sangat sulit dengan data dan mempertanggungjawabkan data. Setiap beliau ingin menyerang, langsung disanggah oleh petahana; dan tak ada simpati pada aturan dan kesulitan lapangan, kesannya sangat revolusioner.

3. Imej sebagai Gubernur

Dalam program pendidikan, Pak Ahok punya makna keadilan yang meritokratif: kamu mau berusaha dulu baru mendapat kemudahan. Pak Anies memiliki prinsip keadilan yang amal, setiap orang harus diberi, walau anggaran harus bocor sebanyak-banyaknya.  Retorika Pak Anies sangat provokatif;  memeca gubernurt, merangkul, dan membalikkan setiap argumen supaya terlihat bahwa dialah figur yang lebih lembut dan pengasih; tegas, bertanggung jawab, dan konsisten jelas bukan imej yang ingin dia bangun. Dia ingin menjadi imej dari sentimen rakyat yang tak menyukai perubahan Pak Ahok, entah itu untuk Jakarta yang lebih baik atau buruk. Tak terlihat ada penghargaan atau pujian terhadap track-record petahana, penuh cap hitam.

Beginilah yang terjadi dalam studio. Setiap calon punya karakter yang berbeda. Bagaimana menurut pembaca, siapakah calon yang Anda lebih suka? Mari nongkrong di kolom komentar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline