Perseteruan antara dua pihak sesungguhnya hal yang biasa, bisa berlangsung di dalam kesenyapan, dan tiba-tiba dari kegelapan muncul solusi, win-win solution lagi. Masalahnya adalah, akan selalu hadir pihak ketiga.
Bagi pihak ketiga, perseteruan dua pihak menjadi ladang yang asik untuk digarap, dan bisa digarap sesuka hati pula. Pihak ketiga itu bisa netizen, stasiun TV, atau blogger. Netizen dan blogger murni bertujuan untuk menuangkan kreatifitas mengolah kata, stasiun TV untuk menguangkan sebuah perseteruan, bad news is good news. Semua stasiun TV mempertuhankan rating.
Pihak ketiga yang paling usil tetapi kreatif adalah netizen, mungkin disebabkan karena netizen memiliki wilayah kebebasan berekspresi yang lebih luas dengan karakter yang lebih nakal. Kenakalan netizen sering memperluas wilayan pertempuran, atau membuka zona tempur yang baru, sehingga solusi menjadi lebih sulit diraih, dan semoga tidak ada solusi.
Begitulah, netizen dengan sesuka hati menyematkan judul, dan itulah yang dilakukan terhadap perseteruan Nikita Mirzani - Ustad Maaher, atau Nikita -- Rizieq.
Harus diakui bahwa setiap Nikita bersuara hampir selalu berbicara tentang selangkangan, hampir selalu muncul kata "begituan". Pertama "begituan" saat umur saya sekian, dalam sehari "begituan" dengan dua lelaki yang berbeda, sudah lama pengen "begituan" dengan si anu, dan begituan-begituan lainnya. Ternyata, menurut netizen, dan saya juga setuju, "begituan" , entah apapun maksudnya, itu hanya salah satu dari banyak hal yang dimiliki Nikita. Jadi, betullah yang dikatakan orang bijak, jangan menilai orang hanya dari apa yang terlihat. Masih banyak hal yang tersembunyi dari seorang nyai Nikita, salah satunya adalah keberanian berterusterang. Nikita itu ternyata seorang filantrofis.
Kata-kata bijak ini tentu berlaku juga pada pihak sebelah, jangan menilai hanya dari apa yang terlihat, sedangkan yang terlihat pertama kali adalah gelar ustad. Tetapi masih banyak yang tersembunyi dibalik gelar tersebut.
Yang tersembunyi itu adalah yang paling disukai netizen, karena yang tersembunyi membuat perseteruan bisa diperluas, dan makin luas, sampai tiba di suatu titik dimana pemicu (trigger) perseteruan awal jadi terlupakan.
Tagar #Nikita for president justru mengganti pemeran perseteruan, dari Nikita-Maaher menjadi Nikita-pemerintah, atau Nikita-Kapolri, atau Nikita-Kapolda. Nikita for president kini menjadi topik tersendiri, dibahas tersendiri, lepas dari Nikita-Maheer. Ini contoh zona tempur yang baru, terlepas dari zona pertempuran awal.
Netizen juga mengganti nama sesuka hati. Nikita dijuluki nyai yang bernyali, dan pihak sebelah dijuluki yang bernyali nyai. Jadinya perseteruan itu berjudul "antara nyai yang bernyali dengan yang bernyali nyai", kreatif.
Pertempuran "Lonte" Untuk Martabat, itu judul tulisan di KOMPASIANA, sebuah puisi elegan dan sangat bernas menusuk ke ulu hati. Puisi yang terinspirasi dari perseteruan Nikita -- Maaher. Maaher masuk perangkap nyai, yang lain menuliskan Ustad terjebak Lonte, sekedar contoh betapa kreatif para netizen ini menggali sesuatu dari sebuah perseteruan. Jika saya tidak mengikuti perseteruan ini sejak awal, maka saya pasti salah memahami judul Ustad Terjebak Lonte.
Banyak tema tulisan yang bisa dibuat dari perseteruan Nikita-Maaher ini. Salah satu judul yang sangat vulgar dan sadis adalah "Perseteruan Antara Lonte dan Tukang Obat". Saya sebut judul itu sadis karena judul ini menyeret kedua belah pihak yang berseteru turun dari singgasana kehormatannya, turun dari tahta keangkuhannya.