Lihat ke Halaman Asli

Jonny Hutahaean

tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Natal Diganggu, No Problem

Diperbarui: 7 Desember 2016   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Natal 6 Desember di Bandung diusir oleh massa, so what?.

Itu bagi kami perkara sepele, bahkan sangat sepele. Secuilpun hal itu tidak mengganggu keimanan kami. Kami bisa beribadah di gunung, di hutan, di tepian sungai, bahkan di tengah laut dan samudera, sebab semua itu adalah tempat-tempat buatan Tuhan Allah. Keimanan kami tidaklah dibatasi oleh adukan semen dan pasir, susunan batu dan kayu, yang ditata membentuk ruang persegi, yang sering kalian sebut rumah ibadah dan atau tempat suci. Tidak, bukan seperti itu yang kami sebut tempat yang suci. Di mana tangan Tuhan bekerja, di mana kasih Tuhan menaungi, dan itu bisa di mana saja, bagi kami itulah tempat yang suci.

Bahkan kami berterimakasih. Kadang Tuhan mengingatkan kealpaan kami dengan cara takterduga, unik, dan bahkan lucu. Kami lupa bahwa seluruh tempat di bumi ini adalah buatan Tuhan, dan karena itu menjadi suci. Jiwa dan akhlak yang kotorlah yang membuatnya menjadi tidak suci. Itulah alasan mengapa kami berterimakasih kepada kalian, kalian yang telah mengusir kami dari tempat itu, sebab kalian telah mengingatkan kami, dengan cara yang kalian pahami dan yang kalian menegerti, bahwa sesungguhnya kami masih mempunyai sangat banyak tempat lain untuk beribadah natal.

Kami masih mempunyai gunung, mempunyai sungai dan danau, mempunyai hutan, mempunyai laut dan samudera, tetapi yang terutama kami mempunyai hati di dalam diri kami, tempat yang paling sesuai untuk beribadah. Ibadah dalam kesunyian adalah ibadah terbaik, bertuhan dalam sunyi adalah iman yang terbaik. Bahkan Yesus melarang kami memamerkan keimanan kami di perempatan jalan yang ramai.

Terimakasih kami yang paling besar adalah justru kalian telah mengingatkan kami, agar natal tidak menjadi acara seremoni hura-hura, agar natal kembali menjadi kontemplasi diri dalam sunyi, agar natal tidak menjadi pesta-pesta yang menelan biaya besar, biaya yang sebaiknya kami sumbangkan kepada siapa saja yang kelaparan, bagai siapa saja yang kehausan, dan bagi siapa saja yang kedinginan.

Natal yang murni itu memang adalah momen kontemplasi diri dalam sunyi, untuk melahirkan kembali sang GURU KASIH di dalam tiap-tiap hati. Natal yang murni adalah momen doa syafaat, agar sang GURU  KASIH berkenan tinggal di hati dan menuntun setiap langkah kami, bahkan setiap tarikan dan hembusan nafas kami, di dalam setiap detak jantung kami. Yesus Kristus harus menjadi terang di hati dan jiwa kami.

Dan lihatlah, kalian juga pantas bersyukur, sebab kalian adalah orang-orang terpilih yang dipilih untuk mengingatkan kami, mengingatkan kami agar kembali ke kemurnian dan kesucian dari Natal itu sendiri.

Doakan orang yang memusuhimu, kataNya pada kami. Maka kami doakan kalian semua, berkat Tuhan menaungi kami dan kalian, menaungi kita semua, Amin.

(Jonny Hutahaean)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline