Lihat ke Halaman Asli

Jonny Hutahaean

tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

ILC dan Rakyat yang Mata Duitan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TV One, Indonesia Lawyers Club, Selasa 16 April 2014.

Bung Karni dengan suara bariton yang serak-searak basah (mungkin membuat beberapa wanita terangsang), Joni Allen Marbun dengan gaya khas Tapanuli, dan sesepuh Bapak Prof. J.E. Sahetapy yang kalau bicara tanpa tedeng aling-aling. Dan tentu saja tokoh lainnya ada.

Pada teks di layar TV tertulis kalimat “dengan segala kecurangan, bisakah DPR bebas dari korupsi?”, yang menjadi thema utama bincang-bincang.

Tri Medya Panjaitan mengungkapkan bahwa money politics pada pemilu 2014 jauh lebih gila dari semua pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2009, money politic hanya terjadi pada caleg DPRD kini sudah semua caleg dari DPR pusat sampai caleg DPRD tingkat II. Ini kabar sangat mengejutkan karena berita-berita di koran dan di TV mengatakan hal yang berbeda.

Joni Allen Marbun mengungkapkan bahwa kecurangan pemilu bukan hanya tentang money politic lagi, tetapi kecurangan sistematis yang sudah direncanakan sejak lama. Misal, Bupati yang kader Partai tertentu sementara ketua KPUD adalah saudara kandung dari Bupati. Tri Medya menyebutkan bahwa hal yang sama terjadi pada pemilu 2009, tetapi karena pada pemilu 2009 Demokrat keluar sebagai pemenang maka hal itu tidak dipermasalahkan. Lain halnya sekarang.

Prof. Muladi lantas mengutip ucapan dari filsuf Aristoteles, bahwa hakikat dari demokrasi sejak 2600 tahun yang lalu adalah seperti itu. Money Politic dan kesepakatan-kesepakatan adalah dua contoh melekat.

Dan mantan aktifis (lupa namanya) berteriak bahwa itu semua karena rakyat masih miskin, demokrasi perut istilahnya.

Ada satu momen yang membuat saya terhenyak, emosi, dan berteriak berdiri hendak meninju wajah-wajah peserta. Untung tidak jadi, sebab TV-ku atau tanganku yang akan rusak.

Semua ini diawali dari “rakyat yang mata duitan”, begitu katanya. Teriakan spontan dari saya adalah “kampret lhu, mata lhu belekan ya. Selumbar di seberang laut lhu lihat, gajah di pelupuk matamu tak kau lihat”. Korupsi itu terjadi karena rakyat mata duitan, rakyat mata duitan karena mereka miskin, rakyat miskin karena korupsi yang marak, berulang lagi membentuk lingkaran setan. Begitulah opini yang hendak dibentuk bahwa korupsi itu dimulai dari mata rakyat yang mata duitan. Bukankah ini keterlaluan?

Hingga kini kita masih mengenang pemilu 1955 sebagai pemilu terbaik dan terbersih, dan pada tahun itu hampir 99% rakyat Indonesia adalah orang miskin. Itu dapat menggugurkan teori demokrasi perut dari sang mantan aktifis.

Pada momen ini, saya mengkhayalkan ikut duduk di sana, dan inilah yang akan saya ucapkan:

Pertama. Lhu sudah tahu sejak awal bahwa diperlukan uang yang sangat besar agar lhu bisa meraup suara yang cukup. Sementara lhu belumlah sangat kaya dengan uang berlebih sampai bingung hendak dikemanakan uangmu. Tetapi mengapa lhu begitu berhasrat ingin menjadi anggota DPR, sementara lhu tahu bahwa gajimu sebagai anggota DPR selama lima tahun tidak akan cukup untuk mengembalikan modal yang kau keluarkan. Satu-satunya alasan adalah lhu tahu bahwa dengan duduk sebagai anggota DPR maka lhu dapat menciptakan dan memainkan sejumlah peluang sehingga bukan hanya modal yang dapat kau kembalikan, tetapi sejumlah untung besar juga menanti di sana. Itulah motivasi yang sebenarnya. Kalau lhu beralasan bahwa lhu ingin mengabdi ke rakyat dan memperjuangkan kepentingan rakyat, semua tahu itu adalah kebohongan yang sangat besar.

Kedua. Rakyat itu tahu bahwa jika suara mereka diberikan kepada lhu secara gratis, tak ada yang dapat diharapkan dari lhu sesudahnya, sebab setelah itu lhu akan asik sendiri. Paling yang akan kau berikan nanti hanya sumbangan pembangunan rumah ibadah, atau sumbangan perayaan Agustusan atau saat sunatan massal. Rakyat sudah sadar bahwa itu semua hanya cara lhu mengelabui mereka, agar terlihat seolah-olah lhu itu terlihat punya perhatian. Tapi sepanjang masa mereka akan tetap miskin dan kere.

Ketiga. Rakyat hanya sebagai objek dari money politic, kalian yang menjadi subjek pelakunya. Rakyat itu pasif menunggu, kalian yang aktif menyambangi rakyat. Keinginan kalian agar rakyat jangan mau menerima duit bukan didasari agar pemilu bersih, tetapi agar modal kalian untuk meraih kursi DPR menjadi lebih murah, dan dengan begitu untung yang kau raih lebih besar. Seandainya kalian tulus agar pemilu berlangsung bersih bebas dari pengaruh uang, maka cara termudah adalah jangan datang ke rakyat menawarkan uang. Tak ada kalian yang berani melakukan seperti itu.

Ketiga. Seandainya rakyat tidak mau menerima uangmu, apakah kau tidak korupsi?. Saya berani bertaruh leher, kau akan tetap korupsi, sebab motivasimu untuk duduk di DPR adalah untuk itu. Ini bukan fitnah, sederhana saja sebetulnya. Uang tiga miliar rupiah yang kau keluarkan itu, akan sangat baik jika kau berikan sebagai bea siswa menyekolahkan anak-anak yang tinggal di kolong jembatan. Itu kalau motivasimu adalah untuk rakyat. Karena bukan begitu motivasimu, maka bukan itu yang kau lakukan.

Saya akan mengatakannya sambil berdiri dengan mata merah, dan tinju mengepal. Untung sesepuh Bapak Prof. J.E. Sahetapy mewakili saya. Dengan cara seperti ini, paling tidak lima puluh tahun lagi baru korupsi dapat diberantas. Semua Parpol korupsi, dan banyak di antara kita yang duduk disini juga korupsi. Coba bayangkan, sekarang anda korupsi dan anak anda sedang berusia 20 tahun. Maka anak anda itu nanti juga akan menjadi koruptor ketika menggantikan kau duduk di DPR. Bukankah keadaannya begitu?. Usia koruptor yang makin muda adalah bukti konkret bahwa karakter koruptif sudah terwariskan dengan sempurna.

Bau busuk ikan itu berasal dari kepalanya, bukan dari ekornya. Itulah sebabnya pemilu 1955 berlangsung bersih meski rakyat masih miskin, sebab kepala-kepala ikan itu masih segar dan bersih.

Kini kepala-kepala ikan itu busuk semua. Dan lalu kau sebut “rakyat mata duitan”, DASAR KAMPRET LHU.

Ngomong-ngomong, kenapa suara pak Karni terdengar begitu seksi ya?.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline