Niat pemerintah membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) patut diwaspadai dan dicemaskan. Alasan krisis tenaga listrik menjadi terlalu sederhana dibandingkan dengan potensi malapetaka dahsyat yang dapat timbul di kemudian hari.
Seperti yang dikatakan sejumlah birokrat, mau tidak mau dan suka tidak suka kita pada akhirnya harus dan pasti membutuhkan energi yang dibangkitkan dari fisi nuklir. Dan itu mungkin sudah menjadi keharusan di masa depan yang tidak begitu jauh, sebab dalam ukuran belasan tahun ke depan sumber energi fosil yang kita miliki habis tuntas. Hingga di sini, mereka para birokrat itu masih betul.
Bahwa harga listrik per kWh yang dibangkitkan PLTN lebih murah dibandingkan terhadap harga listrik yang dibangkitkan energi fosil, masih betul juga. Tetapi yang tidak mereka sebutkan adalah bahwa limbah radioaktif yang dihasilkan PLTN membutuhkan biaya penangangan yang sangat mahal, selain umur hidup limbah radioaktif itu mencapai ribuan tahun. Mereka juga tidak mengatakan bahwa bahan bakar PLTN itu juga sangat terbatas jumlahnya di dunia ini, sangat potensial membuat ketergantungan baik penyediaan bahan bakar terutama ketergantungan teknologis.
Tetapi bukan hal itu yang perlu sangat dicemaskan, sebab hal itu semua bisa diatasi asalkan bangsa ini, terutama para pemangku kepentingan, berkomitmen kuat dan bekerja keras untuk mengatasi hambatan teknologis tadi. Teknologi adalah sesuatu yang dapat dikuasai.
Tetapi “karakter koruptif” dari aparat birokrasi-lah yang paling mencemaskan. Karakter koruptif itu bukan sekedar menilep uang Negara, menggelembungkan harga, menyembunyikan informasi. Semua itu memang berbahaya. Tetapi yang jauh lebih berbahaya itu adalah “sifat persimif” terhadap karakter koruptif itu tadi.
Sementara karakter dari teknologi pengelolaan PLTN adalah “zero defect” yang tidak menolerir kesalahan sekecil apapun. Baik teknologinya maupun manajemen pengelolaannya mengharuskan ketelitian seratus persen. Kita adalah bangsa yang tidak atau belum sampai ke taraf peradaban seperti yang dibutuhkan untuk mengelola PLTN.
Avtur untuk pesawat tercampur dengan air, pesawat bisa terbang tanpa ijin resmi, tengok juga seperti apa dan bagaimana perlalulintasan dikelola. Mengendalikan banjir kita belum mampu, menangani dampak bencana sangat lamban (bahkan dana bantuan untuk bencanamasih ditilep juga). Jalan raya Pantura menjadi proyek abadi sepanjang masa lebih lama dibandingkan terhadap pembangunan piramida di Mesir ribuan tahun yang lalu.
Lantas dengan karakter seperti itu berniat membangun dan mengelola PLTN, itu namanya hendak bunuh diri.
Khusus yang satu ini, plis deh, jangan mempermainkan manusia hanya demi agar ada proyek yang dapat ditilep. Jadwal dan ijin terbang pesawat-pun sudah dipermainkan, apa masih kurang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H