Lihat ke Halaman Asli

Jonminofri Nazir

dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Berpantun Sepekan, Satu Hari Satu Pantun

Diperbarui: 14 Juli 2024   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantu pagi dan kopi. Foto: jonminofri

Tiba-tiba saja saya ingin berpantun. Lalu saya nulis pantun, tentu saja tidak mudah merumuskan pesan di dua baris terakhir

 Menulis dua kalimat sampiran bukan berarti lebih mudah. Di sinilah nikmatnya berpantun. Kita kudu mikir. 

Rasanya lebih mudah menulis pantun di saat ada acara. Pesan yang ingin disampaikan sudah jelas. Misalnya jumat sore kemarin, saya mengenalkan buku baru baru bersamaan ulangtahun dua orang kawan. 

Ramai kawan di ini petang

Rayakan ultah Anick dan Budhy

Makasih kawan telah datang

Bawalah pulang buku ini


Jika pagi sambil ngopi, tak ada peristiwa, nulis pantun harus memutar otak sedikit. Mencari pesan yang ingin disampaikan. Untunglah saya dapat ide baru: kaitkan saja pantun itu dengan nama hari. Jadi pantun hari Minggu, ada kata "minggu" di pantun itu. Di hari lain, ada nama hari pada saat itu. 

Namun, kemudahan belum juga datang. Pesan yang ditulis tetap kudu dipikir. Misalnya hari minggu ini saya tulis pantun yang mengandung "minggu".


Buah nangka buah semangka

Hidangkan di atas meja

Saat koran minggu langka

Baca pantun ini saja

Dua baris terakhir yang saya tulis, tidak selalu mengandung pesan moral. Apalagi nasihat. Tak sanggup saya menasihati orang yang membaca pantun. 

Saya lebih memilih, kalau bisa pantun itu mengundang tawa, setidaknya timbul senyum segaris bagi yang baca, seperti pantun hari minggu di atas.

 Membuat orang senyum membaca pantun kita tidak selalu sukses. Karena itu saya juga menyisipkan pesan yang berisi perasaan pada pantun Sabtu kemarin


Sabtu ke pasar beli kentang

Beli juga mentega 

Senang tidak selalu datang

Malang tak bisa ditolak


Hari Kamis menurut saya hari paling lama duduk mencari pesan dua kalimat terakhir. Kopi sudah habis segelas, ide baru datang sekilas. Teringat gadis cantik yang gemar mengenakan pakaian tradisional. Lalu jadilah pantun ini. 

Pria berkumis tebal menyeramkan

Tetapi hatinya baik sekali

Hari kamis kita nantikan

Hari dia datang berkebaya


Nah, Rabu kemarin rada mudah menulis  pantun karena ada yang saya pikirkan hari itu. Sejumlah tagihan rutin harus dibayarkan. Jadilah pantun ini:

Sudah dipakai berkali-kali

Kain licin bernama satin

Telah tiba Rabu 10 Juli

Saatnya bayar tagihan rutin


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline