Lihat ke Halaman Asli

Jonminofri Nazir

dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Indonesia Kecil di Kundasang

Diperbarui: 27 Juni 2024   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Dokumentasi Pribadi Jonminofri

  • Ini cerita tentang sebagian anak Indonesia di CLC Kundasang, mereka belum pernah menginjakkan kakinya di tanah air. 
  • Dan cerita tentang gurunya yang menjadi pahlawan di Kundasang.
  • Mereka butuh bantuan, perhatian, dan pakaian adat, dan lainnya.

Kalau Anda ke Sabah, mampirlah ke Kundasang. Terletak 1900 meter di atas permukaan laut, di kaki gunung Kinabalu yang menjulang ke langit 4090 meter. Inilah kota tertinggi di Sabah (dan Malaysia). 

Jadi, kota penghasil sayur mayur ini menarik untuk dikunjungi. Suasananya masih desa. Dari hotel Shangri-La, tempat saya menginap, butuh waktu 120 menit mencapai kota ini, jika lancar. Kalau lagi sial, ketemu macet, perjalanan bisa 3 jam. 

Tapi, bagi saya yang jauh lebih menarik tentang kota ini CLC (Community Learning Centre) sekolah SD dan SMP di kota kecil. Mungkin lebih tepat disebut sudut sebuah desa di Kundasang. Letaknya memang di pinggir jalan, tapi "bedeng" sekolah menjorok ke dalam, sekitar 40 meter dari jalan raya (yang kecil). 

Bedeng ini adalah bangunan sangat sederhana. Lantainya tanah. Atapnya dari seng. Kawat pagar berada di atas papan sebagai dinding, separuh kawat dan sisanya papan. Angin dan cahaya masuk dari kawat ini. Jika hujan siswa di dalamnya pasti terlindung dari tampias air yang ditiup angin.

Bangunan sekolah ini berbentuk huruf U berkaki pendek, berdiri di atas tanah seluas 1.3 ekar, setara dengan 5.200 meter persegi. Ruangan kelas, dan ruang lain mempunyai sisi pendek kira-kira 5 meter. 

Di bangunan yang terlihat "kokoh" inilah ada kelas untuk 278 murid SD, ruang untuk 89 siswa SMP. Ruang lainnya untuk guru. Dan ada warung yang dikelola koperasi. 

Sumber foto: Dokumentasi Pribadi Jonminofri

Kesannya menyedihkan? Tidak sama sekali. Di sini ada kegembiraan khas anak-anak Indonesia, meskipun mereka belum pernah ke tanah air tercinta. Dan, mereka tidak mempunyai dokumen apapun tentang kewarganegaraannya. Mereka lahir di kebun dari orang tua yang tak punya dokumen juga. Pada umumnya mereka adalah TKI di Malaysia. 

Hari itu, Senin 10 Juni, ketika berkunjung ke sana, siswa sekolah itu berdandan cantik dan ganteng. Berbusana daerah dari Indonesia. Beragam dari Aceh sampai papua. Atau dikombinasikan dari berbagai daerah. Hari itu mereka ada acara wisuda kelulusan SD. Adalah sebuah cerita panjang dan menarik tentang usaha mereka mendapatkan busana tradisional itu, pasti tidak didapat di Kundasang yang indah ini. 

Tidak terlihat kesedihan di mata mereka. Malah sebaliknya. Mereka gembira sekali. Apalagi bila ada  tamu dari Jakarta. Kata guru mereka, anak-anak ini senang bila kedatangan tamu, apalagi dari Indonesia, tanah air yang belum pernah mereka injak tanahnya dan minum airnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline