Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Lebih Jauh Siapa Foke-Nara dan Jokowi-Ahok

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
Fauzi Bowo lahir 10 April 1948 dan pernah menjabat sebagai wakil gubernur untuk Sutiyoso pada periode 1997-2007. Pada pemilihan gubernur 2007, Foke bersama dengan wakilnya saat itu, Prijanto, mengalahkan kandidat dari PKS Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Kemenangan Foke saat itu beragam partai, cara yang kurang lebih sama akan dia pakai untuk memenangkan pemilihan gubernur periode kedua ini.

Dengan slogan 'Serahkan Pada Ahlinya', Foke menjual keunggulannya sebagai doktor perencanaan kota dan wilayah dari beberapa universitas di Jerman, yaitu Technische Universitat Braunschweig dan Technische Universitat Kaiserslautern. Dalam masa jabatannya, Foke berhasil menyelesaikan proyek raksasa Kanal Banjir Timur.

Foke tidak lagi menggandeng Prijanto, wakil gubernurnya di pemilihan lalu, karena Prijanto mengundurkan diri pada 26 Desember 2011 lalu. Kemudian, Prijanto pun menerbitkan buku yang menjelaskan kenapa ia mundur.

Nachrowi Ramli yang kini menjadi calon Foke adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya ia adalah jenderal militer yang memiliki karir panjang di Lembaga Sandi Negara sampai akhirnya menjadi kepala di sana pada 2002-2008. Unsur kebetawian sering dipakai Nara dalam mengampanyekan diri kepada calon pemilih.

Program Foke pada kampanye kedua ini berfokus pada melanjutkan pembangunan Jakarta. Dalam beberapa kesempatan, ia mengatakan bahwa pembangunan Jakarta sangat kompleks dan butuh waktu lama menyelesaikannya, tak cukup hanya empat tahun, maka dengan terpilih lagi ia bisa segera melanjutkan program pembangunan.

Selain itu, Foke juga menyorongkan 'pro growth, pro poor, dan pro job'. Ia mempromosikan pengembangan pembangunan yang bisa dirasakan seluruh warga, berpihak pada hak warga miskin, dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.


Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama

'Merakyat' jadi jualan pasangan Jokowi dan Ahok, nama sapaan mereka. Mereka mengklaim dana kampanye mereka berasal dari berjualan kemeja kotak-kotak (Mungkinkah? Dengan dukungan Partai PDI-Perjuangan dan Gerindra, mereka mampu membeli slot iklan di televisi).

Joko Widodo menjadi wali kota Solo yang sangat populer karena berbagai pendekatan yang ia lakukan. Dari upayanya melobi PKL untuk pindah ke lokasi baru, menghilangkan pentungan pada Satpol PP, sampai yang populer, mendukung penggunaan mobil Esemka sebagai mobil dinas wali kota dan wakil wali kota.

Program penghijauan kota, restorasi pasar-pasar tradisional, serta penolakan terhadap investor mal dan hipermarket termasuk beberapa langkah yang diambil Jokowi saat menjadi wali kota Solo.

Sementara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok adalah orang etnis Tionghoa pertama yang pernah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur pada 2005-2006. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Golkar.

Ahok pernah mencalonkan diri sebagai gubernur Bangka Belitung pada 2007 dan didukung oleh Gus Dur, namun kalah. Ia juga pernah menerima penghargaan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan, yaitu Masyarakat Transparansi Indonesia, KADIN dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara karena membebaskan biaya kesehatan bagi seluruh warga saat menjabat bupati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline