[caption id="attachment_204176" align="aligncenter" width="300" caption="Prijanto dan Buku "][/caption] Ada hal menarik bagi saya ketika acara bedah buku "Kenapa Saya Mundur dari Wagub DKI Jakarta" karya Prijanto, mantan Wagub DKI Jakarta, didatangi beberapa orang yang membuat gaduh, berteriak-teriak, mengacungkan poster, mengatakan hal-hal yang tidak pantas untuk sebuah kegiatan intelektual seperti ini. Sangat disayangkan karena kejadian itu diliput sejumlah media elektronik, yang bisa langsung disaksikan oleh permisa seantero nusantara. Sungguh, tidak elok kelakuan seperti itu, yang jauh dari tatakrama dan nilai-nilai intelektual. Hal ini mengundang keingintahuan saya, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Prijanto dalam bukunya tersebut sampai ada pihak-pihak yang tidak senang, yang mungkin saja terusik. Saya pun menelusuri di Google alasan Prijanto mundur dari Wagud DKI Jakarta, yang bagi penggila kekuasaan adalah jabatan yang mentereng. Data pun saya dapatkan bahwa Prijanto melayangkan surat pengunduran diri akhir 2011, dan ingin menyampaikan alasan pengunduran dirinya dalam rapat paripurna DPRD Jakarta, namun hal itu tidak bisa terlaksana karena anggota dewan yang hadir tidak memenuhi qorum (Detiknews 25/01/12, http://news.detik.com/read/2012/01/25/145153/1824625/10/pd-tak-hadir-pengunduran-prijanto-batal-dibahas-di-paripurna?nd771108bcj). Tapi saya mendapatkan jawaban alasan pengunduran diri Prijanto itu dalam sebuah acara tv swasta (menjelang subuh, 06/09/12), yang mengatakan bahwa dirinya mundur dari Wagub DKI Jakarta karena alasan tidak mendapat tempat yang semestinya sebagai Wagub, tidak pernah dibolehkan dinas keluar, tidak suka dengan tindakan yang merugikan rakyat (praktek korupsi), dan yang pasti sangat "menyakitkan" keberadaannya dianggap ada tiada. Tentu dari aspek manusiawi, hal ini sangat tidak membuat nyaman seorang pun jika keberadaannya tidak dihargai atau dimarginalkan. Padahal dalam konteks birokrasi, peran dan tugas seorang wakil gubernur sangatlah penting dan dia juga boleh mengambil kebijakan sesuai dengan pendelegasian dari gubernur. Lantas ada "PESAN" penting yang saya tangkap dari Prijanto dalam acara televisi tersebut, bahwa telah terjadi praktek yang mengindikasikan adanya tindakan korupsi terutama dalam dana hibah dan bantuan sosial di Pemrov DKI Jakarta. Saya tidak berwenang mengungkapkan fakta-faktanya di sini. Namun sangat menarik jika ditautkan dengan Pilkada Gubernur DKI Jakarta Putaran Dua pada 20 September ini. Sangat kuat ada benang merah "PESAN" yang ingin disampaikan oleh Prijanto agar warga DKI Jakarta lebih cerdas memilih pemimpinnya. Buku "Kenapa Saya Mundur dari Waguk DKI Jakarta" menyampaikan hal itu dengan gamblang bagaimana hubungan dirinya dengan sang incumbent. Boleh saja urusan kita mencoblos di bilik suara yang hanya 30 detik itu akan sangat mempengaruhi perkembangan Jakarta lima tahun mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H