World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan sekitar 200.000 pembunuhan remaja terjadi di setiap tahunnya, dengan tingkat terendah 0,9 per 100.000 di negara Eropa dan yang tertinggi 36,4 per 100.000 di negara Amerika Selatan (Rice, 2015). Menurut Pusat Pengendalian Penyakit AS, secara global pada tahun 2013, kematian karena kekerasan di antara remaja termasuk peringkat keempat sebesar 5,5% (Kann et al., 2018).
Data Korban Kekerasan di Indonesia pada tahun 2022 berdasarkan jenis kekerasan, kasus tertinggi adalah kekerasan seksual dengan jumlah 1.246 kasus, terendah eksploitasi 20 kasus. Untuk pengelompokan kekerasan berdasarkan usia, tertinggi pada usia Remaja 13-17 tahun berjumlah 1.067 Kasus terendah pada usia 60 tahun ke atas 19 kasus (Komnas Perempuan 2022).
Kekerasan Seksual di NTT berjumlah 1.574 kasus, Tertinggi pada usia 13-17 tahun 1.345 kasus (https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan). Kabupaten Sumba Tengah, berdasarkan data dari Dinas sosial pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten Sumba Tengah, data kekerasan seksual pada anak dan remaja sejak tahun 2018 -2022 yang di laporkan, ada 63 kasus.
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan yang terjadi di masyarakat dan dapat terjadi pada siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki. Kemajuan di era yang modern ini banyak sekali remaja yang terpengaruh oleh budaya-budaya asing yang masuk, budaya iniah yang dapat merusak moral anak bangsa yang seharusnya menjadi penerus bangsa tapi moral mereka sudah banyak yang hancur. Adanya teknologi informasi yang canggih ini mereka banyak melihat adegan-adegan yang tidak selayaknya ditonton. Mereka dapat mengakses situs-situs yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.
Remaja menonton tayangan dan bisa kapan saja membrowsing apa saja dan mereka terpengaruh dengan apa yang mereka tonton. Hal inilah yang menyebab kan mereka mengalami pergaulan yang bebas, mereka mabuk-mabukan, memakai narkoba, menikmati gemerlapnya dunia. Tontonan di televisipun saat ini banyak yang menayangkan hal-hal yang negative, sehingga mereka tidak berfikir akan dampak yang akan mereka alami. Masa pacaran inilah yang banyak digunakan oleh para pelaku untuk melakukan tindakan kekerasannya. Karena pada dasarnya kekerasan ini yang mendominasi orang terdekat korbannya.
Mereka akan melakukan segala cara untuk melancarkan tindakannya kebanyakan mereka banyak yang mengancam, dan adapula yang mengiming- iming segala macam bentuknya, kebanyakan dari remaja ada yang terlena dengan iming-iming tersebut tanpa menyadari apakah dampak yang akan dirasaskan, namun selain dengan iming-iming banyak pula remaja yang mengalami kekerasan seksual dalam diam dan rasa takut karena pelaku memaksa korbannya, mereka lebih condong melakukan pemukulan terhadap korbannya agar mau melayani pelaku. Dengan tindak pemukulan, ancaman dan sebagainya mereka kebanyakan takut dan akhirnya mau tidak mau mereka harus melayani apa kemauan si pelaku.
Remaja yang seharusnya menjadi generasi bagi bangsanya kini moral mereka rusak akibat dari hal-hal yang tidak seharusnya mereka alami. Kekerasan seksual dapat memberikan dampak yang sangat besar pada korban, seperti trauma, depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan psikologis lainnya. Untuk itu, diperlukan upaya pencegahan agar kekerasan seksual dapat diminimalisir.
Salah satu upaya pencegahan kekerasan seksual adalah dengan melakukan konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu bentuk konseling yang dilakukan dengan mengumpulkan beberapa individu dalam satu kelompok untuk membahas masalah tertentu. Konseling kelompok dapat membantu korban kekerasan seksual dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, meningkatkan pengetahuan tentang kekerasan seksual, serta memperkuat kemampuan sosial. Kelompok konseling (group counseling) merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar.
Konseling kelompok pada hakekatnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic). Sedangkan menguraikan bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses interpersonal yang dinamis, memusatkan pada usaha dalam berpikir dan bertingkah laku, serta melibatkan pada fungsi-fungsi terapi yang dimungkinkan, serta berorientasi pada kenyataan-kenyataan, membersihkan jiwa, saling percaya mempercayai, pemeliharaan, pengertian, penerimaan dan bantuan.
Klien-klien konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pengertian dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu dan untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap serta perilaku tertentu (Gazda, 1989; Latipun, 2005).Konseling kelompok memiliki struktur yang sama dengan terapi kelompok pada umumnya. Struktur kelompok yang dimaksud menyangkut orang yang terlibat dalam kelompok, jumlah orang yang menjadi partisipan, banyak waktu yang diperlukan bagi suatu terapi kelompok, dan sifat kelompok (Corey, 1995; Gazda, 1989; Ohlsen, 1977; dan Yalom, 1977; dalam Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Konseling Kelompok untuk Menurunkan Depresi Pada Remaja Introvert Korban Kekerasan Seksual, ditemukan bahwa konseling kelompok efektif untuk menurunkan depresi pada remaja korban kekerasan seksual yang memiliki tipe kepribadian introvert ( Ratih Wahyu S., IGAA. Noviekayati, Sahat Saragih, 2018 )