Lihat ke Halaman Asli

Mohon Lindungi istri dan anak-anakku,pak Presiden

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belanda kembali menyerbu Yogyakarta pada tahun 1948 yang disebut dengan agresi militer ke II. Saat itu pimpinan Tentara Nasional Indonesia Jendral Besar Sudirman sedang terbaring sakit. TBC pak Sudirman sedang kambuh. Sebuah adegan memilukan terjadi, Sudirman segera berbenah untuk berangkat ke medan perang kala mendengar berita penyerbuan 19 Desember 1948. Dokter tak sanggup melarang pak Dirman, begitu pula seluruh keluarga. Setelah menghadap presiden , beliau kembali ke rumah dan membakar berbagai dokumen penting dan rahasia. Dengan persiapan sederhana beliau meninggalkan Yogyakarta dan memulai perang gerilya. Dari berbagai sumber yang bisa didapat, tak satu pun permohonan beliau kepada pak Soekarno, presiden saat itu, untuk melindungi keluarganya.

Perjuangan jendral besar Sudirman sudah lebih 60 tahun dan terekam hingga saat ini. Generasi muda Indonesia sejak dulu dipompa dengan semangat perjuangan dari para pejuang termasuk jendral Sudirman. Cerita-cerita perjuangan menghiasi lembar-lembar buku sejarah mulai dari SD sampai universitas. Bahkan mungkin cerita-cerita tersebut diulangi ketika pegawai negeri mengikuti pendidikan pra-jabatan. Bahkan untuk menghormati jasa Jendral Sudirman, jalan-jalan utama disetiap kabupaten di Indonesia selalu dengan namanya. Pemda DKI pun memberikan penghormatan dengan mendirikan patung Jendral Sudirman, walaupun agak membingungkan karena bentuknya dalam sikap menghormat. Patung merupakan simbolisasi dari sesuatu berarti pak Dirman saat ini selalu menghormat kepada siapapun yang melewatinya di Jakarta.

Ada yang unik di jaman kemerdekaan ini. Generasi muda Indonesia seharusnya mengkedepankan kepentingan nasional dibandingkan kepentingan pribadi. Tingkah laku ini sejalan dengan pengajaran tentang berbagai cerita kepahlawanan yang di ajarkan sejak kecil dan sampai saat ini. Cerita jendral Sudirman yang mementingkan kepentingan nasional Indonesia, dengan tidak mengindahkan sakit dan keluarganya, adalah salah satu contoh yang patut di jalankan oleh seluruh bangsa Indonesia.

Melawan korupsi juga merupakan tindakan terpuji bagi generasi muda Indonesia. Korupsi bukanlah kejahatan biasa, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Tidak ada sila dalam Pancasila yang mengandung ajakan untuk korupsi, begitu pula dalam undang-undang dasar 1945. Tidak juga diajarkan oleh para pejuang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Karena itu wajar perjuangan melawan korupsi adalah sejalan dengan menegakkan kepentingan nasional Indonesia. Karena itu perlu dicontoh sikap rela berkorban dari panglima Sudirman tersebut.

Mungkin masyarakat berharap terlalu banyak terhadap seorang Nazaruddin. Setalah dikejar kesana-kemari akhirnya tertangkap juga. Seperti kata pepatah sepandai-pandainya Tupai melompat akhirnya jatuh juga. Nazarudin akhirnya tertangkap dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, termasuk pernyataannya tentang tindak pidana korupsi di seputar pemerintahan . Sebelum tertangkap Nazarudin sudah memberikan pernyataan yang cukup mengguncang publik dan dengan di tambah berbagai bukti yang tersimpan dalam CD maupun Flash disk.

Setelah penerbangan lebih dari 30 Jam akhirnya Nazarudin tiba di Jakarta. Dengan pengamanan sangat ketat Nazarudin di bawa ke Mako Brimob untuk ditahan. Harapan  perjuangan melawan korupsi kembali berbinar. Banyak pihak berharap agar bang Nazarudin "bernyanyi" dengan suara lantang siapa saja yang terlibat dalam korupsi yang katanya mendekati angka 6 trilyun tersebut. Nyanyian ini penting bahkan sangat penting untuk membuktikan betapa bobroknya para pemimpin di Indonesia melalui korupsi, hal yang selama ini telah menjadi akar dari kegeraman masyarakat. Tapi apa daya setelah lebih dari 48 jam berada kembali di Bumi Indonesia, seorang Nasaruddin yang telah mengetahui semangat perjuangan baik dari Jendral Sudirman maupun pejuang-pejuang lainnya, hanya mengeluarkan satu kalimat untuk pak SBY presiden Republik Indonesia : " saya minta pak SBY untuk jangan ganggu anak dan istri saya, saya lupa semuanya dan saya minta langsung di Penjara tanpa melalui proses hukum ......".  Lebay !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline