Lihat ke Halaman Asli

吳明源 (Jonathan Calvin)

Pencerita berdasar fakta

Apa yang Salah dengan Pendidikan Indonesia?

Diperbarui: 26 Januari 2018   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

worldbank.org

Dunia pendidikan merupakan salah satu hal yang harus dipersiapkan bagi generasi muda saat ini baik itu pendidikan formal maupun informal. Namun berbicara mengenai orangtua di negara mana saja yang paling banyak menghabiskan dana untuk fokus mengembangkan dunia pendidikan, Indonesia salah satunya.

 Seperti dikutip dari laman Bank Dunia di tahun 2014, dikatakan bahwa sistem pendidikan Indonesia sangat besar dan berbeda-beda. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia,  Indonesia menempati peringkat ke-3 sebagai sistem pendidikan terbesar di Asia dan ke-4 terbesar di seluruh dunia.  Hingga tahun ajaran 2016/2017, jumlah siswa di Indonesia mencapai 49 juta dengan bimbingan dari 3 juta guru yang tersebar di 302 ribu sekolah se-Indonesia

Selain itu, pendidikan merupakan salah satu fokus utama dalam agenda pembangunan di setiap pemerintah Indonesia. Bahkan, pengeluaran di bidang pendidikan pernah menggelembung nilainya menjadi 2 kali lipat semasa krisis ekonomi. 

Pada periode 2007 misalnya, pengeluaran di bidang pendidikan menghasilkan nilai yang cukup fantastis yang melebihi pengeluaran negara di sektor lainnya dan mencapai US$ 14 miliar (Rp 182 triliun pada kurs 1 US$ =Rp 13.000,-).

Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, orangtua di Indonesia terlihat pesimis akan masa depan keturunannya. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh HSBC, ditunjukkan bahwa orangtua di Indonesia secara rata-rata mengeluarkan US$18,422 atau sekitar Rp 239.486.000 (dengan kurs US$= Rp 13.000,-). 

Dalam hasil penelitian tersebut, besarnya nilai yang dikeluarkan oleh para orangtua di Indonesia hampir sama dengan Negara Prancis, India, maupun Mesir dan dalam penelitian ini menempati peringkat terbawah di bawah Hong Kong, Singapura, ataupun Amerika Serikat, dan India. Di India misalnya, 1 dari 9 (87%) orangtua di India sangat optimis pada masa depan anaknya. Di Negara China, sebanyak 84% orangtua juga sangat optimis dengan pendidikan anaknya.

Selain masalah persepsi orangtua, Indonesia juga dihadapkan pada tingginya angka putus sekolah. Di dalam salah satu berita yang dimuat di Kompas.com menyebutkan bahwa meskipun program belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah cukup berhasil, namun tingginya angka putus sekolah masih menjadi masalah utama. 

Pada periode 2015/2016, siswa yang lulus SD tetapi tidak melanjutkan ke SMP berjumlah 946.013 orang ditambah dengan jumlah siswa yang melanjutkan ke SMP tetapi tidak lulus (51.541 orang), sehingga total ada 997.554 anak Indonesia yang hanya berstatus tamatan SD pada 2015/2016. 

Dari pengalaman yang telah terjadi, sangat sulit untuk menarik minat siswa yang putus sekolah untuk kembali bersekolah dikarenakan biaya personal yang masih belum terpenuhi seperti biaya transportasi dan biaya kebutuhan pribadi lainnya seperti biaya untuk jajan. 

Untuk mengatasi masalah kurangnya biaya pribadi yang tidak ditanggung oleh dana BOS maupun Kartu Indonesia Pintar (KIP), Presiden Joko Widodo mulai rajin membagikan alat transportasi berupa sepeda bagi siapapun untuk menunjang biaya transportasi warga.

Permasalahan lainnya datang dari sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil. Seperti diungkapkan oleh Bank Dunia, 1 dari 5 guru yang berada di daerah terpencil  memilih untuk keluar dari pekerjaannya dikarenakan sedikitnya jumlah murid yang diampu, tingginya angka putus sekolah, dan pendapatan yang rendah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline