Pada kurun waktu 2 tahun ini, telah ditemukan banyak komplain terkait pebelajaran online. Salah satu dari sekian banyak masalah yang dikeluhkan adalah beban mental dan kesulitan siswa untuk memahami materi ataupun melaksanakan tugas yang diberikan.Tentu saja mudah untuk sekedar menjatuhkan vonis pada masalah tersebut berupa "malas", "kecanduan internet", dan "kurang cerdas". Akan tetapi, kebanyakan orang jarang menengok kedalam sistem pendidikan yang anak tersebut alami secara langsung, dimana kurikulum dan konsep otoritas lembaga pendidikan membawa keterasingan atau alienasi.
Alienasi dalam konsep Marxis didefinisikan sebagai keterasingan (Jerman: Entfremdung) manusia dari aspek sifat manusia mereka (Gattungswesen, 'esensi-spesies'). Meskipun pada linimasa ketika ia menulis ia memiliki konsep dan ranah yang lebih sempit dibandingkan sekarang, perlu diakui keterlibatannya dalam membentangkan jalan menuju teori kritis pedagogi yang kita ketahui hari ini. Kendati Marx pada zaman itu berbicara mengenai persaan seorang pekerja yang hanya tidak dapat merasakan kemerdekaan karena ia harus memajukan usaha orang asing demi ia bisa bertahan hidup, hal ini menemukan bentuk serupa dalam praktik-praktik di pendidikan.
Ketika dilihat lagi mengenai teori korespondensi yang dikembangkan Bowles dan Gintis (1983: , kita bisa menghubungkan titik-titik diantara premis tersebut yang akan memberi gambaran mengenai bagaimana otoritas korporat direplikasikan tenaga pendidik dalam memonopoli pengetahuan. Dengan demikian, alienasi dalam pendidikan pada akhirnya akan menuntun kepada alienasi dalam dunia kerja. Siswa yang membutuhkan pengetahuan untuk meningkatkan harapan hidupnya berakhir dengan melihat pengetahuan dari stigma sosial yang timbul sebagai reaksinya yang merasa pengetahuan yang ia pelajari di sekolah hanyalah sebuat 'tugas' yang yang wajib dilakukan untuk mencapai tujuan lebih besar.
Dalam kasus ini, terdapat hubungan dengan alienasi siswa dengan pembelajaran jarak jauh, yaitu berkurangnya pengaruh dan kekuasaan . Karena siswa tidak mengetahui kemana arah pembelajaran yang dijadwalkan maka siswa membutuhkan pembimbing karena kurikulum didesain sedemikian rupa untuk memperkuat konsep otoritas sampai pada titik mengambil kemandirian siswa dan mengacuhkan potensi pribadinya. Dengan keterbatasan yang ada dalam berkomunikasi dengan pendidik akhirnya siswa menjadi lebih terasing lagi dengan pendidikan.
Pendidikan pasca pembelajaran jarak jauh merupakan kesempatan bagi pendidik untuk memediasi antara siswa dan kurikulum. Ia harus mencari jalan keluar dalam lingkup sistem yang berkuasa untuk mendamaikan antara siswa dengan kurikulum yang notabene banyak berfokus pada hafalan dan jarang menekankan kegiatan pembelajaran pada aspek dialog dan pemahaman komprehensif mengenai hal yang sebenarnya penting bagi kehidupan sebagai warga negara karena banyak hak dan kewajiban yang jarang diajarkan pada siswa . Apabila ini diteruskan maka tentu akan tumbuh generasi yang lebih familiar dengan hak mereka sebagai manusia dan lebih berinisiatif untuk memaksa perubahan yang menuju ke arah yang baik untuk rakyat Indonesia dengan memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial lokal mereka sampai ke kepentingan masyarakat Indonesia kontra negara dan perusahaan internasional.
Daftar Pustaka:
Guhin, Jeffrey & Klett, Joseph. School Beyond Stratifcation: Internal goods, Alienation,and an Expanded Sociology of Education. Theory and Society, 24 Januari 2022.
Freire, Paulo (1970) Pedagogy of The Opressed. New York: Continuum.
Giroux, H. Critical Theory and Educational Practice. Deakin University: 1983
(Jurnal) Maunah, Binti. Sosiologi Pendidikan. Media Akademi.
(Jurnal) Leny, Lince. Implementasi Kurikulum Merdeka untuk Meningkatkan Motivasi Belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan. SenTikJar, 19 Mei 2022.