Belakangan ini dunia politik Indonesia gonjang-ganjing dengan berita yang paling heboh adalah kabar "perpecahan" Jokowi dengan Megawati dan PDIP yang konon dikarenakan pihak Megawati terlalu mendesak Jokowi untuk melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Yang menghebohkan, baru-baru ini, Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP yaitu Masinton Pasaribu dan Effendi Simbolon menyatakan bahwa ada brutus di Istana yang mau memisahkan Jokowi dengan partai pendukungnya, dan salah satu dari "brutus" itu adalah Andi Widjojanto.
Bila berita ini benar, maka seolah isu yang berkembang bahwa pemerintahan Jokowi dikendalikan dari belakang layar oleh PDIP dan Megawati salah. Apalagi kemudian Jokowi bertemu dengan Prabowo dan petinggi Koalisi Merah Putih sehingga melahirkan bola liar seolah Jokowi sedang mempertimbangkan untuk keluar dari PDIP dan kemudian pindah ke KMP. Gosipnya, terjadi perpecahan antara Kastaf Kepresidenan Luhut Panjaitan dengan AM Hendropriyono sehingga Luhut membujuk Jokowi untuk pindah ke KMP dengan memanfaatkan relasinya dengan Aburizal Bakrie, Ketum Golkar.
Menurut penilaian saya, idiom dalam bahasa Inggris bahwa "if it sounds too good to be true, it probably is" atau bila sesuatu terlihat mustahil terjadi, maka kemungkinan memang demikian, adalah benar dan berlaku seperti itu.
Pertanyaannya, mungkinkah ada orang Istana menghalangi Jokowi bertemu Megawati dan PDIP? Hampir mustahil, sebab paspampres saja dikuasai oleh Hendropriyono melalui tangan menantunya. Kemudian seluruh menteri di Kabinet Kerja adalah orang-orang KIH, termasuk yang "profesional" seperti Susi Pudjiastuti yang merupakan orang Megawati dan Jonan yang tidak lain adalah orangnya Dahlan Iskan. Bagaimana dengan Andi Widjojanto? Ayahnya adalah almarhum Theo Syafeii, salah satu pendukung Megawati yang sangat setia. Dari sisi ini saja narasi bahwa Jokowi sudah jauh dari koalisi pendukungnya sangat tidak masuk akal.
Perlu juga kita ingat bahwa ketika kita disibukan dengan berita kemungkinan Jokowi mau pindah ke KMP, proses penghancuran terhadap KPK terus berjalan dan semakin mantap saja. Seluruh komisioner KPK saat ini sudah dilaporkan ke polisi; Bambang Widjojanto hari ini kembali diperiksa bareskrim; orang-orang PDIP semakin berani membuka peran Abraham Samad dalam pilpres yang melindungi kasus korupsi PDIP karena mau jadi cawapres Jokowi dan hari ini kabareskrim sudah memastikan bahwa Abraham Samad pasti ditetapkan sebagai tersangka.
Khusus kasus Abraham Samad sangat menarik, sebab penasehat hukum Bosowa, perusahaan Aksa Mahmud, ipar Jusuf Kalla ikut membantu kepolisian membongkar perbuatan Abraham Samad selama pilpres, sebab dia adalah pemilik apartemen tempat pertemuan antara Samad dan petinggi PDIP dilakukan. Lalu tiba-tiba wanita bernama Feriyani Lim yang diduga adalah selingkuhan Samad, tiba-tiba maju ke publik untuk melaporkan Samad ke polisi dan patut diduga sumber pertama penyebaran foto Samad dengan dirinya yang sedang berada di tempat tidur.
Dari semua faktor yang ada, saya menganalisa bahwa isu Jokowi pindah ke KMP karena pecah dengan koalisinya tidak berdiri sendiri dengan penghancuran KPK. Bagaimanapun juga Kabareskrim yang sekarang seperti anjing pemburu memburu orang-orang KPK adalah teman baik Budi Gunawan dan diangkat oleh Jokowi setelah sebelumnya Jokowi memecat Kabareskrim pro KPK: Suhardi Alius. Menurut saya, saat ini Jokowi sedang mengulur-ngulur waktu dengan tujuan memberikan waktu kepada Kabareskrim untuk menghancurkan KPK dan menunggu proses pra peradilan dari Budi Gunawan sambil mengatasi isu bahwa dia adalah petugas partai dari PDIP dan sekedar boneka koalisi Kalla-Mega-Palloh.
Tidak ada keraguan sedikitpun bahwa permainan politik tingkat tinggi seperti yang saya simpulkan di atas adalah yang sedang dimainkan oleh KIH dan Jokowi; sementara KMP yang tidak bisa melihat dengan jernih, malah terjebak permainan tersebut dan secara tidak langsung menjadi boneka Hendropriyono dan CSIS. Lalu seperti biasa, rakyat hanya seperti penonton pertunjukan wayang, di mana kita bisa melihat wayang memainkan lakon dan tangan dalang berkelebatan tapi tidak bisa mengetahui siapa dalangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H